Sesungguhnya tanggungjawab dalam menggerakkan kebangkitan rakyat terletak pada setiap individu muslim. Usaha mengembalikan kegemilangan Islam ini tidak akan mencapai natijahnya secara optimum melainkan ia hanya disertai dengan kemampuan intelektual dan dilaksanakan secara kolektif.
Begitu juga, keberkesanan sesuatu gerakan kebangkitan rakyat ini juga amat bergantung pada tahap pemikiran dan kefahaman masyarakat.
Dalam konteks masyarakat moden hari ini dengan perkembangan teknologi, peredaran zaman dan masa, fenomena globalisasi serta cabaran dan halangan musuh Islam, mau tidak mau, umat Islam mesti bangun dan bangkit serta bersiap sedia untuk bersama-sama dalam arus gelombang kebangkitan rakyat.
Melihat perkembangan dan gelombang kebangkitan Islam di seluruh dunia seperti di Tunisia, Libya, Mesir dan lain-lain negara, sesungguhnya kita sebagai individu Muslim mesti memastikan untuk dapat bersama-sama di dalam arus perdana ini.
Kita sewajibnya menyertai atau sekurang-kurangnya bersama-sama terlibat dalam gelombang kebangkitan ini. Dalam proses menuju ke arah mengembalikan kegemilangan Islam ini, sudah tentulah kita memerlukan panduan dan bekalan terutamanya dari aspek intelektual dan mental.
Mari kita renung di zaman awal kebangkitan Islam di mana Sayyidina Umar ra pernah mencadangkan sebuah perarakan atau di zaman sekarang dikenali sebagai demonstrasi.
Beliau berkata kepada Rasulullah saw setelah mengisytiharkan pengislamannya di rumah Al-Arqam bin Abi al-Arqam.
Katanya: “Ya Rasulullah, bukankan kita di pihak yang benar, sama ada kita hidup ataupun mati?”
Nabi saw menjawab : “Ya, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya kamu berada di pihak yang benar, sama ada kamu hidup atau mati.”
Sayyidina Umar ra berkata : “Jika begitu, kenapa kita bersembunyi? Demi Tuhan yang mengutusmu dengan kebenaran, kamu pasti akan keluarkan kami (dari persembunyian).”
Lalu baginda mengeluarkan para sahabat dalam dua barisan. Satu barisan diketuai oleh Sayyidina Hamzah r.a. dan satu lagi pula diketuai oleh Sayyidina Umar r.a.
Derapan langkah mereka begitu mantap dan teratur, seperti hentakan penumbuk batu kedalam lesungnya sehingga mereka berjaya memasuki Masjid Al-Haram.
Kata Sayyidina Umar ra : “Pada saat itu, ketika golongan Quraisy melihat aku dan Hamzah, mereka terus berasa kecewa dan hampa. Semenjak itu, Rasulullah saw telah menggelarkanku sebagai “Al-Faruq.”
Sehubungan dengan ini, Imam Hasan Al Banna mengatakan di dalam ‘Risalah Ila Ayyi Syain Nad u An-Naas’ (ke arah mana kita menyeru manusia) :
"Kebangkitan suatu bangsa di dunia selalu bermula dari kelemahan. Sesuatu yang sering membuat orang percaya bahwa kemajuan yang mereka capai kemudian adalah sebentuk kemustahilan. Tapi, di sebalik anggapan kemustahilan itu, sejarah sesungguhnya telah mengajarkan kepada kita bahwa kesabaran, keteguhan, kearifan dan ketenangan dalam melangkah telah menghantarkan bangsa-bangsa lemah itu merangkak dari ketidakberdayaan menuju kejayaan."
Dalam sejarah kehidupan bangsa-bangsa, kebangkitan dan kemajuan adalah sebuah kemestian yang mesti diyakini.
Namun, kelemahan yang sedang mengongkong suatu bangsa seringkali mengarahkan kepada keputusasaan sehingga bayang-bayang ketidakpastian dan kemustahilan menjadi begitu kuat.
Begitu juga, keberkesanan sesuatu gerakan kebangkitan rakyat ini juga amat bergantung pada tahap pemikiran dan kefahaman masyarakat.
Dalam konteks masyarakat moden hari ini dengan perkembangan teknologi, peredaran zaman dan masa, fenomena globalisasi serta cabaran dan halangan musuh Islam, mau tidak mau, umat Islam mesti bangun dan bangkit serta bersiap sedia untuk bersama-sama dalam arus gelombang kebangkitan rakyat.
Melihat perkembangan dan gelombang kebangkitan Islam di seluruh dunia seperti di Tunisia, Libya, Mesir dan lain-lain negara, sesungguhnya kita sebagai individu Muslim mesti memastikan untuk dapat bersama-sama di dalam arus perdana ini.
Kita sewajibnya menyertai atau sekurang-kurangnya bersama-sama terlibat dalam gelombang kebangkitan ini. Dalam proses menuju ke arah mengembalikan kegemilangan Islam ini, sudah tentulah kita memerlukan panduan dan bekalan terutamanya dari aspek intelektual dan mental.
Mari kita renung di zaman awal kebangkitan Islam di mana Sayyidina Umar ra pernah mencadangkan sebuah perarakan atau di zaman sekarang dikenali sebagai demonstrasi.
Beliau berkata kepada Rasulullah saw setelah mengisytiharkan pengislamannya di rumah Al-Arqam bin Abi al-Arqam.
Katanya: “Ya Rasulullah, bukankan kita di pihak yang benar, sama ada kita hidup ataupun mati?”
Nabi saw menjawab : “Ya, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya kamu berada di pihak yang benar, sama ada kamu hidup atau mati.”
Sayyidina Umar ra berkata : “Jika begitu, kenapa kita bersembunyi? Demi Tuhan yang mengutusmu dengan kebenaran, kamu pasti akan keluarkan kami (dari persembunyian).”
Lalu baginda mengeluarkan para sahabat dalam dua barisan. Satu barisan diketuai oleh Sayyidina Hamzah r.a. dan satu lagi pula diketuai oleh Sayyidina Umar r.a.
Derapan langkah mereka begitu mantap dan teratur, seperti hentakan penumbuk batu kedalam lesungnya sehingga mereka berjaya memasuki Masjid Al-Haram.
Kata Sayyidina Umar ra : “Pada saat itu, ketika golongan Quraisy melihat aku dan Hamzah, mereka terus berasa kecewa dan hampa. Semenjak itu, Rasulullah saw telah menggelarkanku sebagai “Al-Faruq.”
Sehubungan dengan ini, Imam Hasan Al Banna mengatakan di dalam ‘Risalah Ila Ayyi Syain Nad u An-Naas’ (ke arah mana kita menyeru manusia) :
"Kebangkitan suatu bangsa di dunia selalu bermula dari kelemahan. Sesuatu yang sering membuat orang percaya bahwa kemajuan yang mereka capai kemudian adalah sebentuk kemustahilan. Tapi, di sebalik anggapan kemustahilan itu, sejarah sesungguhnya telah mengajarkan kepada kita bahwa kesabaran, keteguhan, kearifan dan ketenangan dalam melangkah telah menghantarkan bangsa-bangsa lemah itu merangkak dari ketidakberdayaan menuju kejayaan."
Dalam sejarah kehidupan bangsa-bangsa, kebangkitan dan kemajuan adalah sebuah kemestian yang mesti diyakini.
Namun, kelemahan yang sedang mengongkong suatu bangsa seringkali mengarahkan kepada keputusasaan sehingga bayang-bayang ketidakpastian dan kemustahilan menjadi begitu kuat.
Realitas kejiwaan masyarakat inilah yang ingin diubah oleh Imam Hasan Al-Banna dengan salah satu ungkapannya : “Sesungguhnya kenyataan hari ini adalah mimpi kemarin dan mimpi hari ini akan menjadi kenyataan esok hari.”
Sementara akar penyebab kelemahan yang sebenarnya ada pada kehancuran jiwa masyarakatnya.
Ini yang secara nyaring telah diberi amaran oleh Syeikh Abul Hasan Ali An-Nadwi dengan ucapannya : "Kemanusiaan sedang berada dalam sakratul maut.”
Bahkan, kecemasan dunia moden yang dibanggakan seperti Amerika misalnya, juga terletak di sini.
Laurence Gould pernah mengingatkan masyarakat Amerika bahwa : “Saya tidak yakin bahaya terbesar yang mengancam masa depan kita adalah bom nuklear. Peradaban Amerika Syarikat hancur ketika tekad mempertahankan kehormatan dan nilai-nilai moral dalam hati nurani warga kita telah mati."
Dari kefahaman inilah, Imam Hasan Al-Banna menyimpulkan bahwa tiang kekuatan utama membangun kembali rakyat dalam sesuatu masyarakat adalah :
1. Kesabaran (Ash-Shabru).
2. Keteguhan (Ats-Tsabat).
3. Kearifan (Al-Hikmah).
4. Ketenangan (Al-Anat).
Semua faktor-faktor di atas menggambarkan kekuatan kejiwaan (Al-Quwwah An-Nafsiyah) suatu bangsa.
Imam Hasan Al-Banna menyimpulkan bahwa ada lima fasa yang akan dilalui. Kesimpulan ini berdasarkan analisa sejarah perjalanan bangsa-bangsa dan usaha memahami arahan-arahan Rabbani.
Sementara akar penyebab kelemahan yang sebenarnya ada pada kehancuran jiwa masyarakatnya.
Ini yang secara nyaring telah diberi amaran oleh Syeikh Abul Hasan Ali An-Nadwi dengan ucapannya : "Kemanusiaan sedang berada dalam sakratul maut.”
Bahkan, kecemasan dunia moden yang dibanggakan seperti Amerika misalnya, juga terletak di sini.
Laurence Gould pernah mengingatkan masyarakat Amerika bahwa : “Saya tidak yakin bahaya terbesar yang mengancam masa depan kita adalah bom nuklear. Peradaban Amerika Syarikat hancur ketika tekad mempertahankan kehormatan dan nilai-nilai moral dalam hati nurani warga kita telah mati."
Dari kefahaman inilah, Imam Hasan Al-Banna menyimpulkan bahwa tiang kekuatan utama membangun kembali rakyat dalam sesuatu masyarakat adalah :
1. Kesabaran (Ash-Shabru).
2. Keteguhan (Ats-Tsabat).
3. Kearifan (Al-Hikmah).
4. Ketenangan (Al-Anat).
Semua faktor-faktor di atas menggambarkan kekuatan kejiwaan (Al-Quwwah An-Nafsiyah) suatu bangsa.
Imam Hasan Al-Banna menyimpulkan bahwa ada lima fasa yang akan dilalui. Kesimpulan ini berdasarkan analisa sejarah perjalanan bangsa-bangsa dan usaha memahami arahan-arahan Rabbani.
Lima fasa kebangkitan umat itu adalah seperti berikut :
PERTAMA : KELEMAHAN (ADH-DHO’FU)
Faktor utama kelemahan adalah berlakunya sikap melaksanakan sesuatu secara sewenang-wenangnya bagi rejim kekuasaan yang zalim.
Kekuasaan inilah yang memporak-perandakan sendi-sendi kehidupan masyarakat dan menghapuskan potensi-potensi kebaikannya dengan alasan kepentingan kekuasaan.
“Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah, dengan menindas segolongan dari mereka, membunuh anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang yang membuat kerusakan.” (QS Al Qashash : 4)
Itulah sebabnya tujuan pertama transformasi politik menurut Imam Hasan Al-Banna adalah membebaskan umat dari belenggu penindasan dalam kehidupan politik.
KEDUA : KEPEMIMPINAN (AZ-ZUAAMAH)
Sejarah perubahan menunjukkan bahwa usaha kebangkitan semula dari kehancuran memerlukan seorang pemimpin yang kuat.
Kepemimpinan ini mesti muncul pada dua wilayah, iaitu :
a. Pemimpin di tengah-tengah masyarakat (Az-Zuaamah Ad-Da’wiyah) yang menyeru kepada kebaikan.
b. Pemimpin pemerintahan (Az-Zuaamah As-Siyasiyah) yang sebenarnya muncul atau menjadi bahagian dari mata rantai barisan penyeru kebaikan itu.
“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal soleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi.” (QS An Nur : 55)
Ini bererti kekuatan-kekuatan Islam mesti mempersiapkan diri secara sistematik, sehingga masa transisi politik menjadi kesempatan untuk :
1. Meneguhkan kepemimpinan dakwah.
2. Meraih kepemimpinan politik.
Inilah cabaran sekaligus rintangan terberat kaum muslimin pada hari ini.
KETIGA : PERTARUNGAN (ASH-SHIRAA’U)
Ketika suatu negara memasuki zaman transisi politik, Imam Hasan Al-Banna mengingatkan bahwa akan muncul berbagai kekuatan ideologi yang lengkap dengan tawaran sistem dan para penyerunya di mana akan berlaku persaingan terbuka untuk menanamkan pengaruh, meraih dukungan dan merebut kekuasaan.
Ada dua karakter asas ideologi-ideologi kuffar.
Pertama : Secara hakikinya, ia berlawanan dengan ideologi Islam.
Kedua : Untuk menjamin kewujudannya di muka bumi, ideologi-ideologi kuffar itu akan berusaha untuk menghancurkan ideologi Islam.
Pertarungan terbesar adalah pada usaha untuk membebaskan diri dari pemikiran, sikap, perilaku dan budaya yang sudah diresapi oleh ideologi materialisma yang sekular.
Pertarungan ini tidak boleh dimenangkan dengan kekuatan senjata, tetapi ianya dapat diubah dengan bangunan keimanan baru yang memantulkan ‘izzah’ (harga diri) umat di hadapan peradaban-peradaban kuffar.
KEEMPAT : IMAN (AL-IMAN)
Pertarungan ideologi di fasa transisi menuju kebangkitan adalah masa-masa ujian berat bagi rakyat dalam sesebuah negara.
Pertarungan ini akan memunculkan dua golongan manusia.
Pertama : Mereka yang tidak istiqamah dengan cita-cita Islam dan menggadaikan perjuangannya demi keuntungan-keuntungan material. Perjuangan bagi mereka adalah bagaimana mengumpulkan sebanyak-banyaknya perhiasan dunia sesuatu yang tidak mereka miliki sebelumnya.
Kedua : Mereka yang istiqamah dan iltizam dengan garis dan cita-cita perjuangan. Besarnya kekuatan musuh justeru menambah keimanan mereka dan semakin mendekatkan diri mereka kepada Allah. Inilah golongan yang sedikit, tapi dijanjikan kemenangan oleh Allah.
Proses kebangkitan rakyat tidak akan berjalan tanpa kewujudan golongan kedua ini iaitu orang-orang yang akan menorehkan garis sejarah panjang perjuangan yang diliputi berbagai keistimewaan dan keajaiban.
KELIMA : PERTOLONGAN ALLAH (AL-INTISHAR)
Inilah hakikat kemenangan bagi rakyat dalam sesuatu masyarakat, iaitu ketika Allah swt telah menurunkan pertolongannya untuk mencapai kemenangan sejati.
Kemenangan tidak semata-mata diukur apabila musuh dapat dikalahkan tetapi, kemenangan adalah ketika “tangan-tangan Allah” ikut bersama kita menghancurkan seluruh kekuatan musuh.
Inilah permulaan tumbuhnya kehidupan baru di mana Allah akan menerangi dengan cahayaNya dan Allah akan menaungi kehidupan rakyat dalam sesuatu masyarakat dengan keperkasaan dan kasih-sayangNya.
Di sinilah pertukaran keadaan (tabdil) dalam kehidupan akan berlaku di mana:
1. Kemakmuran.
2. Keamanan.
3. Kedamaian.
4. Keadilan.
akan menjadi nikmat yang mampu dimiliki oleh setiap rakyat yang mendiami negara tersebut.
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmatNya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang besar.” (QS Al-Fath : 1-3)
Yang menarik dalam kita mempelajari metodologi kaidah umum suatu kebangkitan rakyat adalah mengenai :
1. Fikrah Asas.
2. Kekuatan Motivasi.
Imam Hasan Al-Banna pernah berkata : “Kita yakin sepenuhnya bahwa ketika Allah swt menurunkan Al-Qur’an, menyuruh hamba-hambaNya mengikuti Nabi Muhammad saw dan meridhai Islam sebagai agama bagi mereka, sesungguhnya Ia telah meletakkan dalam agama ini seluruh asas yang mutlak diperlukan bagi kehidupan, kebangkitan dan kesejahteraan umat manusia.”
Perkataan ini bisa menjadi fikrah asas mengapa kita mesti tetap mengambil peranan dalam menciptakan tiang-tiang kebangkitan.
Yang kedua berkait dengan kekuatan motivasi.
Dalam hal ini, Imam Hasan Al-Banna juga mengatakan : “Kebanyakan manusia melihat gerakan dakwah dari segi lahiriah dan bentuk formalnya semata-mata. Mereka tidak melihat motivasi asas dan inspirasi kerohanian yang sebenarnya merupakan modal asas bagi terciptanya tujuan dan teraihnya kemenangan.
Ini adalah sebuah hakikat yang tidak boleh dibantah kecuali oleh mereka yang jauh dari mendalami dakwah sehingga tidak memahami rahsaia-rahasianya.
Sesungguhnya di sebalik fenomena-fenomena yang nampak pada setiap aktiviti dakwah, terdapat semangat yang menjadi motor penggerak serta kekuatan batin yang menggerakkan, mengawal dan memberikan motivasi.
Mustahil suatu umat dapat bangkit tanpa memiliki kesedaran yang hakiki dalam jiwa, ruh dan perasaan mereka.”
‘Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mau mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.’ (QS Ar- Ra’d : 11)
Oleh kerana itu, boleh dikatakan bahwa perkara terpenting dalam sebuah kerja dakwah yang pertama sekali kita perhatikan dan kita jadikan sebagai pemacu pertumbuhan, keberadaan dan penyebaran dakwah adalah kebangkitan ruh kerohanian ini. Oleh yang demikian, yang pertama sekali kita inginkan adalah kebangkitan ruhani, hidupnya hati serta kesadaran penuh yang ada dalam jiwa dan perasaan.
Oleh sebab itu, dalam membicarakan dakwah ini, kita perlu lebih menekankan pada pemberian motivasi dan pembinaan jiwa daripada perhatian terhadap aspek-aspek operasi yang berbagai ragam.
Tentu saja dakwah menginginkan :
- Jiwa-jiwa yang hidup, kuat serta teguh.
- Hati-hati yang segar serta memiliki semangat yang berkobar.
- Perasaan-perasaan yang memiliki keghairahan serta sentiasa menggelora.
- Ruh-ruh yang bersemangat, indah, sentiasa optimis serta merindukan nilai-nilai luhur, tujuan-tujuan mulia serta mau bekerja keras untuk mencapainya.
Umat Islam perlu menentukan tujuan-tujuan dan nilai-nilai luhur tersebut, mengendalikan perasaan dan emosi, serta memfokuskan perhatian pada perkara-perkara tersebut hingga ia menjadi sebuah keyakinan mantap, yang tidak bercampur dengan keraguan sedikit pun.
Tanpa pembatasan, pengendalian dan pemfokusan tersebut, sebuah kesedaran dan kebangkitan hanya akan menjadi seperti lilin kecil di tengah gelap gulita padang pasir di mana nyalaannya sangat redup dan panasnya tidak terasa.
Seiring dengan kewujudan dakwah yang komprehensif, maka manhaj dakwah pun perlu meluas sehingga mencakupi isu-isu kenegaraan. Sistemnya pun mesti mampu membangun semula negara yang merupakan suatu projek kebangkitan rakyat dalam suatu masyarakat.
Ada 5 peranan dakwah dalam membangun semula institusi-institusi negara yang meliputi :
1. Pemikiran.
2. Perjuangan.
3. Program.
4. Kebijakan
5. Dimensi peradaban.
Pembangunan semula negara terhadap Pemikiran meliputi beberapa titik tolak seperti kesyumulan Islam, negara mencerminkan ideologi, hak umat, perjuangan undang-undang dan pemerintahan berdasarkan rukun Islam.
Manakala pembangunan semula terhadap peranan perjuangan mencakup sasaran politik (pembebasan negeri, persatuan negeri, islam/kawasan), strategi (informasi, dialog para elit, cadangan pemerintah, pernyataan politik, legislatif/kepartaian, tuntutan politik dan mufakat politik), tahapan (takrif, takwin, tanfidz), dan sikap (pemerintahan, undang-undang, kepartaian, kaum minoritas, perempuan, demokrasi, persatuan, hak asasi manusia).
Manakala pembangunan semula terhadap peranan perjuangan mencakup sasaran politik (pembebasan negeri, persatuan negeri, islam/kawasan), strategi (informasi, dialog para elit, cadangan pemerintah, pernyataan politik, legislatif/kepartaian, tuntutan politik dan mufakat politik), tahapan (takrif, takwin, tanfidz), dan sikap (pemerintahan, undang-undang, kepartaian, kaum minoritas, perempuan, demokrasi, persatuan, hak asasi manusia).
Seterusnya, pembangunan yang ketiga fokus pada Pembinaan program penegak dakwah, iaitu perlaksanaan program ke atas reformasi sosial, reformasi ekonomi dan reformasi politik.
Manakala pembangunan negara terhadap kebijakan berkait dengan kebijakan dalam dan luar negara.
Unsur pembangunan semula negara mengenai Dimensi Peradaban meliputi konsep peradaban (syahadah dan hadharah), kewujudan umat (syarat kebangkitan, konsep khilafah, tata dunia baru) dan kepemimpinan dunia (realisasi, halangan peradaban).
Sesungguhnya sebuah tiang kebangkitan memerlukan suatu magnet yang dapat menimbulkan aksi tarik-menarik bagi pelakunya. Aksi tarik menarik ini menunjukkan ketepatan medan magnet dengan kapasitas pemainnya.
Untuk mencapai kebangkitan dan kemenangan rakyat dalam masyarakat, kita mesti memiliki medan tempat untuk berjuang, tempat perlindungan dan tempat pentarbiyahan. Termasuk di dalamnya adalah kemampuan kita untuk mengelola sumber alam secara benar dan baik yang berlandaskan kepada kemaslahatan rakyat.
Syeikh Yusof Al Qardhawi memberi ingatan terhadap gelombang kebangkitan rakyat yang mampu mencetuskan perubahan serta memberi pesanan penting agar arus ini berjaya memenuhi setiap ruangan hati dan jiwa rakyat sehingga ia selamat sampai ke puncak kekuasaan.
Kata beliau :“Bersabarlah sedikit dalam kepayahan ini dan jagalah diri kamu dalam satu barisan. Jangan sesekali dirasuk oleh orang-orang munafiqin yang bersedia mengganggu kamu setiap masa untuk mematahkan semangat kamu dan mereka akan bercakap bukan dari hati mereka.”
Ya Allah, kurniakanlah kemenangan kepada kebangkitan rakyat yang berusaha untuk merubah kepincangan dan penyelewengan yang berleluasa di dalam masyarakat. Jadikanlah ia suatu arus baru yang mampu menggugah setiap relung hati manusia dan mencuci karat-karat jahiliyah dengan penuh konsisten serta ikhlas dalam memperjuangkan keadilan bagi mengangkat martabat rakyat ke tahap yang lebih tinggi.
0 comments:
Alhamdulillah wa'syukurilah Bersyukur padamu ya Allah Kau jadikan kami saudara, Indah dalam kebersamaan