1. Pemilih Rasional Versus Irasional
Pesta demokrasi 5 tahunan sebagian banyak orang dipandang hanya sebagai pesta biasa yaitu memilih legislatif dan presiden baru kemudian tersusunlah kabinet baru yang bekerja untuk kepentingan rakyat melalui proses pembangunan. Ujung ujungnya adalah pemilih menuntut haknya setelah memutuskan untuk memilih wakil dan presiden pilihannya.
Namun berbeda cara pandang orang/masyarakat yang terpelajar/akademisi dan pemilih rasional dalam memandang pesta demokrasi yang konsekuensinya harus memilih partai, caleg dan presiden. Bagi mereka memilih memiliki arti penting dalam menentukan masa bangsa dan negara terutama kesejahteraan rakyat. Karena di legislatif dan eksekutiflah seluruh produk undang undang dan kebijakan dilahirkan terutama yang menyentuh kebutuhan publik.Tidak hanya itu mereka memandang menentukan pilihan yang tepat menyangkut bentuk pertanggungjawaban terhadap moralitas dan nila nilai akademisinya.
Namun disisi lain para pemilih rasional dihadapan pada kenyataan politik dan prilaku/profil partai politik yangsecara umum belum memenuhi standar partai ideal karena tersangkut oleh kasus hukum terutama terkait korupsi dan moralitas/integritas pribadi. Tentu tidak hanya sekedar hal itu saja yang menjadi pertimbangan pemilih rasional terhadap partai, tentu banyak hal terutama terkait kinerja partai, flatform partai dan historis perjalan politik serta kontribusinya terhadap masayarakat.
Tentu pemilih rasional akan sangat hati-hati dan serius dalam menentukan pilihanya di 2014 terhadap partai, caleg dan presiden, tentu tidak memilih dengan emosional atau dipengaruhi oleh faktor eksternal baik iklan atau opini yang berkembang. Sehingga pilihanya benar benar mencerminkan keinginan besar dan mewakili cita citanya untuk Indonesia.
Pemilih rasionalpun dihadapkan pada pilihan yang sulit diantara sekian banyak partai peserta pemilu 2014, dimana masing masing partai memberikan suguhan dan promosi yang sangat ideal bahkan sangat menghipnotis, apalagi hipnotos itu berupa tawaran/janji jian yang bersifat material atau jabatan atau fasilitas. Tidak sedikitkaum intelektual/praktisi/pengawal demokrasi yang terjebak dan terjerat dalam permainan politik partai yang membawanya pada wilayah pragmatis dan jauh dari idealisme sebelumnya.
Pesta demokrasi 5 tahunan sebagian banyak orang dipandang hanya sebagai pesta biasa yaitu memilih legislatif dan presiden baru kemudian tersusunlah kabinet baru yang bekerja untuk kepentingan rakyat melalui proses pembangunan. Ujung ujungnya adalah pemilih menuntut haknya setelah memutuskan untuk memilih wakil dan presiden pilihannya.
Namun berbeda cara pandang orang/masyarakat yang terpelajar/akademisi dan pemilih rasional dalam memandang pesta demokrasi yang konsekuensinya harus memilih partai, caleg dan presiden. Bagi mereka memilih memiliki arti penting dalam menentukan masa bangsa dan negara terutama kesejahteraan rakyat. Karena di legislatif dan eksekutiflah seluruh produk undang undang dan kebijakan dilahirkan terutama yang menyentuh kebutuhan publik.Tidak hanya itu mereka memandang menentukan pilihan yang tepat menyangkut bentuk pertanggungjawaban terhadap moralitas dan nila nilai akademisinya.
Namun disisi lain para pemilih rasional dihadapan pada kenyataan politik dan prilaku/profil partai politik yangsecara umum belum memenuhi standar partai ideal karena tersangkut oleh kasus hukum terutama terkait korupsi dan moralitas/integritas pribadi. Tentu tidak hanya sekedar hal itu saja yang menjadi pertimbangan pemilih rasional terhadap partai, tentu banyak hal terutama terkait kinerja partai, flatform partai dan historis perjalan politik serta kontribusinya terhadap masayarakat.
Tentu pemilih rasional akan sangat hati-hati dan serius dalam menentukan pilihanya di 2014 terhadap partai, caleg dan presiden, tentu tidak memilih dengan emosional atau dipengaruhi oleh faktor eksternal baik iklan atau opini yang berkembang. Sehingga pilihanya benar benar mencerminkan keinginan besar dan mewakili cita citanya untuk Indonesia.
Pemilih rasionalpun dihadapkan pada pilihan yang sulit diantara sekian banyak partai peserta pemilu 2014, dimana masing masing partai memberikan suguhan dan promosi yang sangat ideal bahkan sangat menghipnotis, apalagi hipnotos itu berupa tawaran/janji jian yang bersifat material atau jabatan atau fasilitas. Tidak sedikitkaum intelektual/praktisi/pengawal demokrasi yang terjebak dan terjerat dalam permainan politik partai yang membawanya pada wilayah pragmatis dan jauh dari idealisme sebelumnya.
2. Abraham Samad dan Johan Budi Pilih PKS
Ada pertanyaan yang dari dulu wartawan penasaran ingin bertanya pada kalangan pimpinan dan pegawai KPK. Pertanyaan wartawan adalah? mau pilih partai apa tanggal 9 april nanti?
Semua menjawab diplomasi bahkan banyak yang cuma senyam senyum sambil berlalu bilang rahasia dong!
Kalau Abraham Samad menjawab; anda pilih partai apa? saya ikut pilihan partai anda saja lah (sambil tertawa).
Yang menarik ketika pertanyaan itu wartawan tanyakan kepada sosok jubir abadi KPK saudara Johan Budi
"SAYA PILIH PKS," Jawab Johan Budi
Wah; cepat singkat dan lugas jawaban saudara Johan Budi; SAYA PILIH PKS
Lalu wartawan tertarik bertanya mengapa pilihannya kepada PKS? dan mengapa begitu gamblang? diantara begitu banyak orang yang wartawan tanyakan semuanya memilih diam dan hanya menjawab sambil bercanda
Johan Budi jubir KPK cuma menjawab;
Pilhan saya jatuh pada PKS karena sudah ada dua alat bukti kuat.
Pertama PKS adalah partai paling kecil korupsi
Kedua, PKS paling taat patuh aturan dengan mengembalikan gratifikasi yang diterima itu saja ; simpel dan sederhana
sementara wartawan hanya menjawab : Woow, Luar biasa!!! Banyak orang yang menutup mata dan menutup telingga tentang realita politik dan kinerja PKS, namun berbeda dengan Abraham Samad dan Jhohan Budi, ia lebih realistis memilih PKS karena kecilnya tidak pidana korupsi yang dilakukan, bahkan di tengarai kasus hukum yang menjerat PKS tidak murni kasus Hukum namun bercampur muatan politis.
Namun, fakta ini tidak muncul di publik dengan baik, namun yang muncul opini negatif terhadap PKS bahkan ada upaya untuk membubarkan. Lalu apa korelasinya kasus hukum yang menjerat dengan upaya pembubaran PKS? bukankah seharusnya PDIP, Demokrat dan Golkar yang seharusnya di bubarkan karena paling besar jumlah korupsi dan kasus hukumnya.
Kenyataan positif PKS inilah yang dimainkan oleh lawan lawan politik PKS agar suara tidak tertuju padanya, sehingga memberikan panggung yang lebih leluasa bagi partai yang banyak bermasalah hukum dan pribadi untuk mengelola negara. Jika pilhan pemilihan rasional terutama Abraham Samad dan Johan Budi mengarah partai selain PKS, maka Abraham Samad dan Johan Budi beserta seluruh pasukan KPK memberikan ruang/legalitas terhadap partai koruptor memimpin negara dan menghiasi DPR dan DPRD serta DPD.(kompas)
0 comments:
Alhamdulillah wa'syukurilah Bersyukur padamu ya Allah Kau jadikan kami saudara, Indah dalam kebersamaan