Home » , » KPU Mulai Bermain, Kubu Prabowo-Hatta Diabaikan

KPU Mulai Bermain, Kubu Prabowo-Hatta Diabaikan

Written By Dedi E Kusmayadi Soerialaga on Selasa, 22 Juli 2014 | 7/22/2014

Jakarta – Kubu pasangan Prabowo-Hatta mengaku siap mengadu formulir C1 milik Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal itu seperti diungkapkan tim pemenangan Prabowo-Hatta, Taufik Ridho.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini meyakini formulir yang dimilikinya lebih valid ketimbang yang dimiliki KPU. Sebab, dalam proses perhitungan suara pihaknya menemukan banyak kejanggalan. “Kami siap adu data C1 dangan yang dimiliki oleh KPU,” kata Taufik di Jakarta.

Bukan tanpa alasan pernyataan tersebut terlontar dari mulutnya. Karena, dalam proses penyelenggaraan pemilu presiden yang berlangsung pada 9 Juli kemarin pihaknya dengan ketat menjaga setiap tempat pemungutan suara (TPS) di 33 Provinsi. “Saksi kami itu hampir 95 persen seluruh Indonesia. (Disitu) sebagian ada dari tim koalisi merah putih,” ujarnya.

Menurut Taufik, hal itulah yang menjadi rujukan koalisi Merah Putih meminta KPU menunda sidang pleno rekapitulasi perhitungan suara tingkat nasional yang tengah berlangsung. Selain itu, lanjut Taufik, pihaknya juga menemukan kecurangan yang dilakukan penyelenggara pemilihan presiden. “Jadi begini, setelah kami temukan ternyata ada hal-hal yang kelihatannya menjadi sebuah modus, dan merata di seluruh Indonesia. Modusnya ini rekomendasi dari Bawaslu tidak dilaksanakan oleh KPU,” jelas dia.

Dengan begitu, ia menegaskan meminta kepada KPU sebaiknya menunda pelaksanaan penghitungan suara nasional di 33 Provinsi. “Sebelum KPU putuskan baiknya selesaikan dulu (permaslahan),” tandasnya.

Namun KPU mengabaikan permintaan penundaan dari kubu Prabowo yang telah melaporkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), dengan membawa bukti yang lebih valid. Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap dengan sikapnya akan melakukan rekapitulasi nasional sesuai jadwal untuk kemudian ditetapkan pemenang pilpresnya besok.

Sementara itu Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta untuk DKI M Taufik mengungkapkan, ada ratusan ribu pemilih siluman yang menggunakan hak pilih di ibu kota negara ini. “Di Jakarta ini khususnya ada 227.984 pemilih ilegal. Yaitu pemilih yang hanya menggunakan KTP, tapi almatnya tidak sesuai TPS,” kata dia di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jl. MH Thamrin Jakarta Pusat, Senin 21 Juli 2014.

Dia meminta agar DKPP menindak KPU Provinsi DKI yang tidak menjalankan rekomendasi Bawaslu, untuk melakukan kroscek terhadap 5.802 TPS yang diduga terjadi pelanggaran. Pihaknya hari ini melaporkan KPU DKI ke DKPP atas pelanggaran tersebut. “Padahal rekomendasi itu jelas, telah terjadi penyimpangan, edaran PKPU ada tentang tata cara mencoblos,” ujarnya.

“DKPP bertindak sebenarnya ada kecurangan yang besar, yang tadinya ada gerombolan tertentu, ada KTP di daerah memilih di DKI. Saya kira ini yang disampaikan, kami mohon informasikan tindak lanjut DKPP ini,” tandasnya.



KPU Langgar UU

Kubu Prabowo-Hatta mengkritik sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak mau menindaklanjuti rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 5.802 TPS. “KPU tetap ngotot Pengumuman Hasil Pemungutan Suara tetap tanggal 22 Juli 2014. Sikap KPU seperti ini arogan, melanggar hukum dan UU,” ujar penasehat relawan Prabowo-Hatta, Letjend (Purn) TNI Suryo Prabowo di Jakarta, Senin 21 Juli 2014.

Menurutnya, tidak hanya di Jakarta beberapa wilayah juga terjadi kecurangan yang seharusnya dilakukan PSU. Beberapa wiayah tersebut antara lain, sejumlah TPS di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Lampung, dan Papua. “Polanya sama, ada mobilisasi sekitar 50 sampai 100 orang mendatangi satu TPS untuk memilih Jokowi-JK, hanya membawa KTP. Bahkan di Jawa Timur bisa gunakan surat keterangan domisili untuk mencoblos. Bayangkan, 1 TPS ada 50 suara siluman. Kita pegang semua buktinya,” jelasnya.

Suryo mengatakan, KPU tidak boleh menutup mata dan telinga melihat pelanggaran ini. Pasalnya pelanggaran ini bersifat masif, terstruktur dan sistemik karena melibatkan Kepala Daerah dan oknum komisioner KPU. “Ini bukan lagi pelanggaran, tetapi kejahatan demokrasi. Sangat berbahaya,” ucapnya.

Menurutnya, Pilpres bukan hanya persoalan siapa capres dan cawapres yang menang. Namun Pilpres ini menyangkut soal mandat rakyat. “Mencuri hak rakyat berarti merusak demokrasi. Agar hak rakyat dihargai dan KPU tidak dituduh merusak demokrasi, sebaiknya KPU menunda pengumuman. Selesaikan dulu coblos ulang di TPS yang bermasalah itu,” jelasnya.

Untuk itu, KPU diminta menjalankan UU Pemilu yang mengatur penyelesaian sengketa melalui perpanjangan penghitungan suara hingga 30 hari. “Jadi tidak ada alasan KPU menolak penundaan penghitungan suara. Kalau KPU menolak itu tandanya KPU bukan menyelesaikan masalah tapi bagian dari masalah,” tandasnya.

0 comments:

Alhamdulillah wa'syukurilah Bersyukur padamu ya Allah Kau jadikan kami saudara, Indah dalam kebersamaan

UP DATE VIDEO PKS

TOTAL LAYANGAN BULAN INI

TRENDING

 
Copyright © PKS DPC Sumedang Utara - All Rights Reserved
    Facebook Twitter YouTube