Home » » Mensejahterakan Rakyat dengan Kenaikan BBM, Logiskah?

Mensejahterakan Rakyat dengan Kenaikan BBM, Logiskah?

Written By Dedi E Kusmayadi Soerialaga on Minggu, 07 September 2014 | 9/07/2014

Wacana kenaikan harga BBM lagi menghangat ke ruang publik. Berbagai diskusi, talkshow dan berita di media massa bertebaran mengangkat topik tersebut. Menanggapi wacana tersebut, nampaknya kebanyakan rakyat tak tertarik berkutat untuk menganalisa alasan yang dibuat oleh tim pemenang pemilu 2014 lalu, Joko Widodo. Akan tetapi, rakyat lebih sibuk berfikir dan mengelola rasa ketar-ketirnya untuk menghadapi ketukan palu yang menjadi isyarat harga BBM yang akanresmi dinaikkan pasca naiknya Presiden yang baru.

Hal demikian sangat beralasan. Ditengah himpitan kehidupan yang sarat dengan masalah, kebanyakan rakyat sudah sangat mengerti tentang apa yang dimaksud dengan kenaikan harga BBM. Dalam kepala mereka, naiknya harga BBM tak sekedar naiknya harga Bahan Bakar dan Minyak. Lebih jauh, kebijakan itu bermakna kenaikan harga beras, sayuran, daging, tahu, tempe dan banyak lagi yang lainnya. Bisa dibayangkan, bagaimana ancaman kemiskinan itu menghantui mereka.Jumlah rakyat yang terkategori miskin, berpotensi untuk meningkat hingga taraf yang tinggi.


Mensejahterakan Rakyat
Ada alasan dibalik setiap kebijakan. Demikian pula yang dapat Kita ketahui pada kebijakan yang kenaikan harga BBM yang akan dilakukan oleh Pemerintahan mendatang. Dari sekian banyak tuturan yang keluar dari pihak yang mengusung kebijakan tersebut, muncul satu alasan utama yang digambarkan logis. Yakni bahwa tanpa kenaikan harga BBM, maka APBN (Anggaran Perencanaan dan Belanja Negara) akan jebol, sehingga Negara akan kekurangan dana untuk menyusun dan menjalankan pekerjaannya untuk mensejahterakan rakyat.

Sebagaimana diketahui, selama ini, Indonesia termasuk Negara yang masih memberikan subsidi untuk BBM. Subsidi sendiri adalah bantuan dana yang diberikan Negara terhadap apa yang dibutuhkan rakyat. Dalam konteks BBM, yang dimaksud non-Subsidi adalah BBM yang harganya disesuaikan dengan harga pasar minyak internasional, atau BBM dengan tipe Pertamax.Sedangkan Premium yang harganya jauh lebih murah, disebut BBM bersubsidi karena harganya berada dibawah harga pasar internasional karena sebagiannya ditalangi oleh Negara.Pada tahun 2014 ini, didalam APBN-nya, Negara menganggarkan pos untuk subsidi BBM sekitar 246 triliun rupiah (merdeka.com, 13/6).Dana tersebut disisihkan dari penetapan pendapatan Negara yang pada APBN-P berkisar pada jumlah 1635 triliun rupiah (tempo.co, 19/6).

Menurut kalangan Pro-pengurangan dan pencabutansubsidi , jumlah subsidi BBM tersebut terlalu besar, dan berpotensi membuat jebol APBN. Hal demikian, dianggap akan menghambat jalannya pemerintahan yang akan datang. Karena bila tak dicabut, akan banyak program pro-rakyat yang tak bisa berjalan.

Joko Widodo sebagai presiden terpilih bahkan menuturkan, selama ini alokasi APBN untuk subsidi BBM membuat anggaran untuk kebutuhan dan berbagai usaha produktif lain hanya sedikit. “Tinggal 200 triliun yang bisa dipakai untuk membangun. Ini kan aneh. Masa anggaran pembangunan Cuma 20% dari APBN.Sedangkan untuk subsidi lebih dari 400 triliun” begitu katanya. Dana yang didapat dari pengurangan subsidi BBM, rencananya akan Ia gunakan untuk mengembangkan insfrastruktur, pertanian, dan yang lainnya. Dengan demikian, rakyat secara luas menurutnya akan mendapatkan manfaat yang besar dengan kebijakan tersebut. Dalam jangka panjang, Joko Widodo juga berencana mengonversi BBM kepada bahan bakar lain seperti gas.(kompas.com, 3/9/14)


Mensejahterakan atau Menyengsarakan?

Dengan alasan yang dibangun dalam wacana kenaikan harga BBM tersebut, tak sedikit kalangan yang mengaminkan.Namun demikian, sebagai elemen penyeimbang ditengah masyarakat, mahasiswa tak bisa dengan mudah untuk mengikuti logika pemerintah. Diperlukan tinjauan dengan perspektif lain untuk mengurai kebijakan tersebut.

Dari logika yang tersusun tersebut, Kita sesungguhnya dapat menarik kesimpulan, bahwa menaikkan harga BBM dengan mengurangi bahkan mencabut subsidinya adalah cara pemerintahan mendatang untuk menyejahterakan rakyat. Pertatanyaannya, benarkah demikian? Bicara benar dan salah dalam sebuah kebijakan, sesungguhnya dapat coba Kita tinjau dari dua sisi. Yakni secara konseptual, dan secara faktual (efek kebijakan yang muncul).

Pertama, secara Konseptual, ide pengurangan subsidi BBM merupakan derivat dari arah politik ekonomi Ideologi Kapitalisme.Sebagaimana diketahui, bahwa dunia kini secara global dikuasai oleh Ideologi Kapitalisme.Dalam teori yang lahir dari Ideologi tersebut, hal semacam subsidi dianggap sesuatu yang beracun.Bantuan yang diberikan oleh Negara untuk kebutuhan ekonomi rakyatnya bertentangan dengan prinsip pasar bebas yang menjadi pakem kebijakan Ideoologis dalam aspek ekonominya.

Demikian halnya dalam konteks pengelolaan BBM.Dari sektor hulu (produksi) hingga hilir (distribusi), Negara idealnya mesti lepas tangan dan membiarkan pemodal (Kapitalis) mengelolanya.Sejauh ini, disektor hulu, Negara hampir paripurna melepaskan tangannya. Data ESDM pada tahun 2009, Pertamina sebagai perusahaan minyak dalam Negeri hanya melakukan produksi sebanayak 13,8% dari 100% minyak yang diproduksi di Indonesia. Sisanya, diproduksi untuk kepentingan perusahaan asing seperti Chevron, Total E&P, Conoco Philips dan CNOOC.

Namun untuk sektor hilir, prinsip pasar bebas masih jauh untuk dikatakan paripurna.Pasalnya dilevel ini, Pertamina masih mendominasi.Hal ini terbukti dari rasio SPBU (Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum) milik Pertamina dengan milik asing masih sangat jauh perbandingannya.Masih jarang ditemukan adanya SPBU asing dijalanan yang ada di Indonesia.Hal ini karena para pemodal (Kapitalis) masih setengah hati melakukan investasinya.Mengingat mereka mesti bersaing dengan SPBU Pertamina yang harga BBM-nya masih disubsidi.Karenanya, sejak lama, Para Kapitalis yang diwakili oleh Bank Dunia mendesak Indonesia untuk mencabut subsidinya atas BBM. Hal ini agar harga BBM di Pertamina dapat sama dengan harga Internasional yang ditetapkan oleh SPBU milik Para Kapitalis.

Pada tahun 2001, Bank Dunia sudah memerintahkan Indonesia untuk mengurangi subsidi BBM-nya.Bahkan hal tersebut dijadikan sebagai syarat pemberian utang.(Indonesia Country Assistance Strategy, World Bank 2001). Bahkan Rodrigo Chaves, Direktur Bank Dunia untuk Indonesia sebelum Pemilu Presiden 2014 dimulai menyatakan dengan gambling, “Tidak terlalu pentingsiapa yang menang. Yang diperhatikan adalah bagaimana mereka yang terpilih menerapkan kebijakan. Salah satunya, siapa nantinya yang berani mengurangi subsidi BBM” (Detikfinance,21/7/14). Tentunya, bila kelak terjadi persaingan bebas disektor hilir antara Pertamina dengan SPBU milik jaringan Kapitalis, dapat diprediksi Pertamina akan kalah dan akhirnya bisa bangkrut. Imbasnya, pendapatan Negara dari sektor minyak justru akan berkurang. Sebaliknya, Para Kapitalis asing akan bertambah pundi-pundinya.

Kedua, secara Faktual, kenaikan harga BBM sudah jelas tak pernah berefek baik pada kebanyakan rakyat.Berkaca pada pengalaman, kenaikan harga BBM justru selalu membuat kehidupan rakyat semakin pelik.Hal ini dapat tercermin dari reaksi rakyat terhadap kebijkan tersebut yang selalu sensitif. Lingkaran Survey Indonesia, pada tahun 2012 mengungkapkan bahwa 86,6% masyarakat menolak kenaikan harga BBM (viva.co.id,11/3/12). Fakta tersebut sesungguhnya menunjukan betapa dalamnya pengalaman buruk rakyat terhadap apa yang dimaksud dengan kenaikan BBM.

Sementara berlindung dibalik alasan kompensasi lain sebagai efek kenaikan BBM, nyatanya tak pernah sebanding dengan efek kenaikan harga BBM yang sangat meluas dan bersifat domino.Sudah berkali-kali program kompensasi ini gagal dan justru menambah masalah.Adapun pengalihan pada Bahan Bakar lain seperti gas, adalah ide yang jelas mengada-ngada. Apakah Negara berniat menyiksa rakyatnya dengan menaikan harga BBM terlebih dahulu, sambil menunggu proyek konversi yang memakan waktu yang lama? Jelaslah, bahwa rakyat sesungguhnya tak akan mendapat apa-apa dari kenaikan harga BBM kecuali hidupnya makin dirundung petaka.

Jelaslah, bahwa kenaikan harga BBM hakikatnya bukan untuk rakyat. Melainkan kebijakan yang hanya akan menguntungkan Para Kapitalis. Logika menaikan harga BBM sebagai jalan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat adalah pepesan yang kosong dan tak dapat diyakini kebenarannya. Padahal bila berniat untuk menyejahterakan rakyat, masih banyak cara selain dengan menaikan harga BBM. Masih banyak cara pula untuk menggenjot pos pendapatan APBN yang diklaim jumlahnya kurang. Masih banyak SDA (Sumber Daya Alam) yang saat ini dirampok Para Kapitalis yang bisa diambil alih bila ada kemauan.Dan, masih banyak pula opsi aturan yang bisa diterapkan Negara untuk mengelola rakyatnya agar sejahtera.


Islam Punya Solusi
Masalah BBM adalah masalah manusia.Dan manusia adalah makhluk yang setiap permasalahannya telah diberi pemecahan oleh Allah Swt. Dalam Islam, minyak termasuk kedalam sumber daya alam yang jumlahnya melimpah.Sehingga, terkategori barang milik umum. Tidak bisa tambang minyak yang dapat menjadi bahan bakar api itu dikuasai, dikelola dan distribusi untuk kepentingan bisnis para Kapitalis. Dalam hadits, Rasul Saw bersabda, “Kaum Muslim berserikat dengan tiga hal; padang, rumput, air, dan api” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Idealnya, Negara berperan disini.Menetapkan regulasi yang Islami dengan melarang Para Kapitalis menjadikan minyak sebagai lahan bisnisnya. Disisi lain, Negara berperan mengelola tambang minyak dari sektor hulu ke hilir untuk didistribusikan secara adil kepada rakyat. Tanpa pretensi bisnis atau menggarap uang.Pengelolaan tersebut murni atas tuntutan kewajibannya pada Allah Swt untuk tak menzhalimi rakyatnya.Dengan demikian, potensi minyak yang melimpah di Negeri ini tak sia-sia terbang ke kantung Para Kapitalis yang rakus memperkaya diri tanpa kendali. Dengan pengelolaan masalah kehidupan yang sesuai syariah islam, insya Allah keberkahan menjadi jaminannya.

0 comments:

Alhamdulillah wa'syukurilah Bersyukur padamu ya Allah Kau jadikan kami saudara, Indah dalam kebersamaan

UP DATE VIDEO PKS

TOTAL LAYANGAN BULAN INI

TRENDING

 
Copyright © PKS DPC Sumedang Utara - All Rights Reserved
    Facebook Twitter YouTube