Home » » Kelahiran Nabi Muhammad Membawa Cahaya

Kelahiran Nabi Muhammad Membawa Cahaya

Written By Dedi E Kusmayadi Soerialaga on Jumat, 02 Januari 2015 | 1/02/2015



Tradisi perayaan Maulid Nabi saw yang disambut dan diselenggarakan oleh hampir seluruh masyarakat muslim sekarang ini bukanlah satu warisan dari Nabi Muhammad saw sejak di zaman hayatnya. Berbagai pendapat telah berkembang tentang kebolehan, keutamaan dan hikmah bahkan juga penolakan terhadap tradisi diadakan peringatan Maulid Nabi saw ini. 

“Dan kami tidak mengutusmu (Muhammad) melainkan kepada seluruh umat manusia, sebagai pembawa berita dan pemberi peringatan.Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Saba ’ : 28) 

Di antara perkara yang terpenting dalam peringatan Maulid Nabi ini, di antaranya ialah :

a. Memperkukuhkan keimanan kepada Allah dan Rasulullah saw melalui usaha menanamkannya pada diri generasi baru. 

b. Kecintaan kepada Nabi saw yang melahirkan ketaatan kepada Allah dan Rasulullah dengan mengikuti sunnah Rasulullah saw sehingga contoh tauladan kehidupan (uswah hasanah) Nabi Muhammad saw dapat diserap dan diterapkan dalam fikiran dan perilaku mereka.

Untuk mengetahui lebih mendalam tentang sejarah tauladan Rasulullah dan para sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum, tentulah diperlukan bahan rujukan dalam mengajarkan nilai-nilai yang terkandung dalam sejarah dan sunnah Rasulullah saw ini. Rasulullah saw pernah berpesan bahwa dua pusaka abadi yang baginda wariskan kepada umatnya adalah Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw.

Tradisi memperingati Maulid Nabi seharusnya diubah menjadi sebuah tradisi Islam yang sangat bermanfaat bagi kaum muslimin di mana dalam acara-acara peringatan Maulid Nabi dapat didengarkan dan dihayati contoh tauladan kehidupan Rasulullah saw. “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaum-mu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS At Taubah : 128) 

Memperingati Maulid (kelahiran) Nabi Muhammad saw bermakna, secara sedar kita menyusuri pekerti agung seorang yang terpilih.
1. Jelas nasabnya.
2. Jujur.
3. Amanah.
4. Baik budi pekertinya.
5. Penyantun.
6. Pemaaf.

Semua sifat-sifat di atas adalah sebagai ‘uswah hasanah’ (contoh tauladan yang baik), bagi setiap mukmin yang percaya kepada Allah dan hari akhirat. 

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah saw itu contoh tauladan yang baik bagimu (yaitu)bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangannya) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (zikrullah).” (QS Al Ahzab : 21) 

 “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya’ : 107) 

Muhammad saw adalah seorang yang istimewa dan baginda adalah Rasul pilihan Allah di antara banyak rasul sebelumnya. “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS Ali Imran :144) 

Bahkan baginda menjadi penutup Nabi-Nabi. “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapa dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al-Ahzab : 40) 

Jadi makna hakiki dari memperingati Maulid Nabi saw mestilah diinsafi bahwa : a. Ianya bukan sekadar amalan ‘ritual’ keagamaan semata-mata. b. Ia hendaklah ditujukan ke arah introspeksi menyeluruh terhadap diri kita sendiri bagi meningkatkan kualiti hidup beragama, beribadah dan bermasyarakat. 


REFLEKSI PERINGATAN MAULID, MENELADANI RASULULLAH SAW 

Salah satu refleksi peringatan maulid adalah mengambil keteladanan Nabi Muhammad saw yang telah mengeluarkan umat manusia dari lembah: 

1. Kemiskinan harta. 
2. Kemiskinan ilmu. 
3. Kemiskinan akhlak. 
4. Kemiskinan mental dan kerohanian. 
5. Kemiskinan persaudaraan.

Muhammad saw mengeluarkan umat dari kemiskinan harta dengan memacu kepada usaha individu dengan memberi benih untuk ditanam bukan menyediakan makanan untuk dimakan. Petunjuk yang tersirat dalam beberapa sabda Rasulullah saw di antaranya : “Bekerjalah kamu untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya dan berusahalah kamu untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati esok hari.” (HR Ibnu ‘Asakir) 

Dalam kehidupannya Rasulullah saw telah memberi contoh tauladan yang baik iaitu tidak pernah menolak pengemis yang datang ke rumahnya. Bahkan sering para pengemis diberi benih kurma untuk ditanam sehingga mereka dapat memberi makan kepada anak cucu mereka. Rasulullah saw sangat menghargai makna sebuah kerja. Etika kerja Islam merupakan manifestasi kepercayaan muslim yang memiliki kaitan dengan tujuan hidup yang hakiki iaitu ridha Allah swt dalam meraih prestasi di dunia dan akhirat. Selain itu, Nabi Muhammad saw juga mendorong umat agar tidak miskin ilmu. 

Baginda saw memberi pesanan dengan mengingatkan : “Barangsiapa yang menginginkan dunia mestilah dengan ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan akhirat mestilah dengan ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan kedua-keduanya mestilah dengan ilmu”. (HR Muttafaqun ‘Alaih) 

Dengan ilmu yang diredhai Allah maka seseorang dianggap sebagai pewaris Nabi dan dengan ilmu, kebahagiaan di dunia dan di akhirat dapat diraih. Nabi Muhammad saw mendorong agar manusia tidak menjadi miskin pemikiran. 

Apabila pemikiran sehat, memancarlah bayangan kesihatan itu pada perilaku kehidupan sehari-hari. Risalah Islamiyah adalah suatu anugerah bagi umat manusia. 

Nabi Muhammad saw telah berhasil membawa masyarakat jahiliyah yang miskin pemikiran menjadi masyarakat yang luhur, berakhlak, memiliki sopan santun dan beradab dalam pergaulan dengan menghidupkan empat sikap utama.

a. Syaja‘ah artinya berani pada kebenaran dan takut pada kesalahan dan dosa.
b. Iffah artinya pandai menjaga kehormatan diri terhadap lahir atau batin.
c. Hikmah artinya tahu rahasia diri dan pengalaman hidup.
d. Adalah artinya adil walaupun pada diri sendiri.

Nabi Muhammad saw adalah pribadi teladan yang mesti menjadi idola kepada kaum muslimin. Setiap langkahnya senantiasa di bawah pengawasan Ilahi.

Tindakan dan ucapannya adalah mutiara berharga serta menjadi landasan pembentukan akhlak umatnya dalam beramal dan menjadi hukum yang ditaati.

Tiada seorangpun yang dapat meragukan keagungan pribadi Rasulullah saw.


KEPRIBADIAN RASULULLAH SAW MENJADI CONTOH TELADAN DALAM SEGALA PERKARA

Rasulullah saw adalah menjadi contoh tauladan dalam semua keadaan :
1. Sebagai suami.
2. Sebagai ayah.
3. Sebagai guru.
4. Sebagai tokoh.
5. Sebagai ahli strategi.
6. Sebagai ahli ekonomi.
7. Sebagai pejuang hak-hak asasi manusia.
8. Sebagai ketua negara.

Keteladanan Nabi Muhammad saw mampu mereformasi sistem dan tata cara kehidupan yang ada ke arah yang lebih baik dan bertujuan mulia yaitu “negeri yang baik dan makmur serta mendapat ampunan Tuhan”.

Nilai-nilai keteladanan tersebut hendaknya menjadi warisan yang paling berharga bagi kita umat manusia tanpa terkecuali.
a. Setiap niat yang kita bulatkan.
b. Setiap langkah yang kita ayunkan.
c. Setiap pernyataan yang kita ikrarkan.
d. Setiap perbuatan yang kita lakukan.
Semuanya merupakan cerminan dan keteladanan Rasulullah saw yang mesti diterapkan dalam kehidupan kita. 

Maka dalam usaha untuk mengikuti ajaran baginda, sudah semestinya sifat baginda menjadi jatidiri seorang muslim. Di antara sifat mulia yang baginda miliki adalah sifat ‘shiddiq’ sehingga Rasulullah saw diberi gelaran ‘Al Amin’ (orang yang boleh dipercayai). ‘Shiddiq’ ertinya benar atau jujur, lawan kepada dusta atau bohong.
Seorang muslim dituntut memiliki sifat ‘shiddiq’ dalam keadaan zahir mahupun batin.

PERTAMA :“SHIDQUL QALB” (JUJUR HATI NURANI) Kejujuran hati nurani hanya dapat dicapai jika hati dihiasi dengan : 1. Iman kepada Allah swt. 2. Bersih dari segala macam penyakit hati. Sifat ini akan mencapai kematangan apabila didukung dengan sifat ikhsan. 

KEDUA :“SHIDQUL HADITS” (JUJUR TUTUR KATA)
yaitu benar atau jujur dalam ucapan dan perkataan. Seseorang boleh dikatakan jujur dalam perkataan apabila semua yang diucapkannya adalah suatu kebenaran bukan kebatilan.

KETIGA :“SHIDQUL AMAL” (JUJUR PERBUATAN) yaitu benar perbuatan atau beramal soleh sesuai dengan syari’at Islam. Sifat ‘shiddiq’ menghantarkan seseorang ke pintu gerbang kebahagiaan baik di dunia mahupun di akhirat sesuai dengan sabda Rasulullah saw berikut : “Hendaklah kamu semua bersikap jujur, kerana kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa ke syurga.

Seseorang yang telah jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebaqai seorang yang jujur (shiddiq). Dan jauhilah sifat bohong, kerana kebohongan membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka.Orang yang se1a1u berbohong dan mencari-cari kebohongan, akan ditulis oleh Allah sebaqai pembohong (kazzab)”. (HR Bukhari)

Sifat ‘shiddiq’ adalah “lubuk emas” dalam diri seseorang yang sangat berharga dan sifat inilah yang dijadikan ukuran kepercayaan orang lain kepadanya. Apabila seseorang telah kehilangan sifat ‘shiddiq’, maka hilanglah jati dirinya, kerana tiada yang mahu mempercayainya.Sikap ini pula yang amat diperlukan di dalam membangun bangsa dan negara tercinta ini.


NILAI UTAMA DALAM PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW

Memperingati “maulidur-rasul” sebenarnya menanamkan keinginan yang kuat untuk mengikuti jejak langkah sunnah Rasulullah saw yang di wariskannya sesuai dengan wahyu Allah tentang perutusan Muhammad Rasulullah saw menjadi “Rahmat bagi seluruh alam” dan rela menjadikannya “uswah hasanah”.

Contoh keteladanan yang teramat sempurna dari “nabi terakhir” yang telah melakukan perubahan menyeluruh terhadap berbagai perilaku ke arah yang lebih baik dalam kehidupan manusia iaitu dari keadaan kegelapan kepada peradaban yang terang benderang, telus serta kehidupan yang penuh cahaya. Sesungguhnya perlu kita sedari bahwa kehadiran manusia di permukaan bumi ini perlu memikul dua tugas utama:
a. Untuk melakukan “ ishlah” iaitu perubahan dan pembaikan.
b. Untuk menjadi “uswah” iaitu contoh utama dalam peranan kekhalifahannya. Tanpa kedua sikap ini, sebenarnya kewujudan manusia tidak dapat memberi kesan yang nyata.

Perubahan yang di bawa oleh Rasulullah saw berdasarkan bimbingan wahyu Allah swt menuntun manusia kepada fitrahnya menjadi umat yang bertuhan, berakhlaq dan berbudi pekerti. Perubahan yang berlaku tidak semata-mata bertumpu kepada keinginan peribadi, tetapi sentiasa dengan bimbingan Al Khaliq, Yang Maha Pencipta dan perilaku manusia yang mendapat bimbingan wahyu Allah dan sunnah Rasul saw ini pasti terjauh dari apa-apa pertentangan dalam kehidupan manusia. Inilah perbedaan yang asasi dalam hal perubahan yang di lakukan oleh “reformis” lainnya yang sering melahirkan pemaksaan kehendak, tindakan kekerasan bahkan sikap anarki.

Perubahan berdasarkan Sunnah Rasulullah saw berasaskan kepada “syari’at Islam” dan berintikan proses perubahan dan perbaikan berbentuk:

1. ‘Tajdid’ (pemurnian).
2. ‘Ishlah’ (pembaikan dan penyempurnaan).
3. ‘Taghyir’ (perubahan sikap).
Itu adalah perubahan perilaku yang berperadaban tanpa merusakkan.

Ajaran Islam memperingatkan umatnya untuk menghindarkan diri dari tindakan merosakkan samada dalam tata cara perilaku mahupun pemikiran dengan berusaha untuk menjauhi pemaksaan kehendak.

Agama Islam menghormati prinsip tidak ada paksaan dalam agama.

Kewajiban yang asasi adalah:
a. Melakukan ‘musyawarah’ dalam setiap urusan.
b. Teguh identiti dirinya.
c. Proaktif dalam mengajak dan mengamalkan kebaikan-kebaikan.
d. Menolak setiap kejahatan dan kerusakan. Gerakan “ amar makruf nahi munkar” bertujuan untuk melawan segala corak kemaksiatan yang menyangkut tatacara dan hubungan peribadi, keluarga, masyarakat, lingkungan, bangsa dan negara.

Tujuan utamanya ialah menciptakan umat yang berkualitas atau “khaira ummah” atas dasar iman kepada Allah.

Intensitas yang tinggi berpangkal dalam mengghairahkan perlombaan kepada kebaikan.

Ajaran Islam telah terbukti dalam sejarah panjang peradaban manusia berhasil menciptakan suatu komunitas umat yang kian hari bertambah jumlahnya sampai akhir zaman.

Perutusan Rasulullah saw mencatatkan kegelapan perilaku kehidupan jahiliyah masa lalu, antara lain seperti yang dikatakan oleh Jaafar Bin Abu Talib ketika menceritakan keadaan kehidupan mereka sebelum Islam kepada Raja Najasyi ketika di Habshah : “Kami adalah orang jahiliyah,  penyembah berhala (kepatuhan kepada selain Allah dengan menggunakan kedudukan, kekuasaan, harta kekayaan), pemakan bangkai (tidak mengenal halal-haram), memutus silaturrahim (dengan penindasan, sikap anarki, gangguan), berbuat bencana terhadap jiran tetangga, dan perbuatan keji (judi, rompak, rasuah, zina) , sehingga yang kuat menelan yang lemah (sombong kekuasaan, penompokan kekuatan golongan dan kelompok). Sampai Allah mengutus kepada kami seorang Rasul dari kalangan kami sendiri, yakni Muhammad saw yang sangat kami kenal nasab, kebenaran, kejujuran, amanah dan baik budi pekertinya. Oleh kerana itu kami mempercayainya, dan kami benarkan risalahnya.” (HR Bukhari dan Abu Daud)

Hadist ini memberi beberapa pengajaran kepada kita:
PERTAMA: Risalah Rasulullah saw diterima kerana kejujuran pembawanya iaitu peribadi Muhammad Al-Amin.
KEDUA: Keutamaan wahyu Allah mampu merombak tata perilaku kehidupan masyarakat secara menyeluruh.
KETIGA: Keteguhan umat dengan tingkatan istiqamah yang tinggi dalam kerangka jihad di jalan Allah.
KEEMPAT: Teguhnya keyakinan kepada kehidupan akhirat, bahwa hidup tidak semata-mata bersifat fisik dan materialistik.
KELIMA: Kecerdasan umat melihat ketinggian Agama Islam yang membawa konsep hidup yang terbaik. Kelima-lima faktor di atas akan menjadi pembangkit utama ‘Gerakan Islam’ sebagai kekuatan alternatif pada masa depan.


 
GAMBARAN KEHIDUPAN RASULULLAH SAW

Apakah yang kita fikirkan tentang seorang laki-laki yang berperangai amat mulia, yang lahir dan dibesarkan dicelah-celah kematian demi kematian orang-orang yang amat mengasihinya? Di rumahnya tidak dijumpai perabot yang mahal. Baginda akan makan dilantai seperti para hamba yang lain.Tidak seorang pembantunya pun mengeluh pernah dipukul atau dikejutkan oleh pukulannya terhadap benda-benda yang ada di rumah.

Dalam kesibukannya, baginda masih bertandang ke rumah puteri dan menantu tercintanya, Fatimah Az Zahrah dan Ali bin Abi Talib. Fatimah merasakan kasih sayang ayahnya tanpa membuatnya jadi manja dan hilang sifat berdikari. 

Ketika Bani Makhzum memintanya membatalkan hukuman atas jenayah seorang perempuan bangsawan, ia menegaskan:

“Sesungguhnya yang membuat binasa orang-orang sebelum kamu ialah, apabila seorang bangsawan mencuri mereka biarkan dia dan apabila yang mencuri itu seorang rakyat jelata mereka tegakkan hukum atas-nya. Demi Allah, seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, maka Muhammad tetap akan memotong tangannya.” Hari-harinya penuh kerja dan intaian bahaya tapi itu tidak menghalangnya untuk lebih dari sekali atau dua kali berlumba dengan Humaira’, sebutan isteri kesayangan baginda yang baginda berikan untuk Aisyah binti Abu Bakar As Shiddiq. Lambang kecintaan, paduan kecerdasan dan pesona diri dijalin dengan hormat dan kasih kepada As Shiddiq, sesuai dengan namanya “Yang Benar”. Suatu kewajaran yang menakjubkan ketika dalam kesibukannya baginda masih menyempatkan diri untuk memerah susu kambing atau menampal pakaian yang koyak. Setiap kali para sahabat atau keluarga baginda memanggil, baginda menjawab: “Labbaik”.

Dialah yang terbaik dengan prestasi besar di luar rumah, namun tetap unggul dalam status dan kualitinya sebagai orang yang mengurus urusan rumahtangga. Di bawah pimpinan baginda, laki-laki menemui jati dirinya sebagai laki-laki dan pada saat yang sama perempuan mendapatkan kedudukan amat mulia. “Sebaik-baik kamu ialah yang terbaik terhadap keluarganya dan akulah orang terbaik diantara kamu terhadap keluargaku.Tidak akan memuliakan perempuan kecuali seorang mulia dan tidak akan menghina perempuan kecuali seorang hina.”

Di sela-sela 27 kali peperangan yang diketuai oleh baginda secara langsung (ghazwah) atau diketuai oleh para sahabatnya (sariyah) sebanyak 35 kali, baginda masih sempat mengajar Al-Qur’an, sunnah, hukum, penghakiman, kepemimpinan, menerima delegasi asing, mendidik hal-hal rumahtangga bahkan hubungan yang paling khusus dalam keluarga tanpa kehilangan adab dan kewibawaan, padahal, masa di antara dua peperangan itu tidak lebih dari 1.7 bulan. Setiap kisah yang dicatat dalam hari-hari kehidupan baginda senantiasa bernilai sejarah. Suatu hari datanglah ke masjid seorang Arab dusun yang belum mengerti adab di masjid. Tiba-tiba ia kencing di lantai masjid yang beralaskan pasir. Para sahabat sangat marah dan hampir saja memukulnya.

Sabdanya kepada mereka :“Jangan, biarkan ia menyelesaikan hajatnya.” Si Badui terasa kagum, lalu mengangkat tangannya, “Ya Allah, kasihilah aku dan Muhammad. Jangan kasihi seorangpun yang bersama kami.” Dengan tersenyum baginda menegur Si Badui tadi agar jangan mempersempitkan rahmat Allah.

Baginda kerap bermuayashah dengan para sahabatnya, bergaul rapat, bermain dengan anak-anak bahkan mendukung anak kecil di pangkuannya. Baginda menerima undangan mereka samada yang merdeka, budak laki-laki atau budak perempuan serta kaum miskin.

Baginda menjenguk rakyat yang sakit jauh di ujung Madinah di samping baginda juga menerima permohonan maaf orang lain. Baginda sentiasa lebih dahulu memulakan salam dan menjabat tangan siapa yang menjumpainya dan tidak pernah menarik tangan itu sebelum sahabat tersebut yang menariknya.

Baginda tidak pernah menjulurkan kaki di tengah sahabatnya hingga menyempitkan ruang bagi mereka. Baginda muliakan siapa sahaja yang datang, kadang-kadang dengan membentangkan bajunya.

Bahkan baginda berikan alas duduknya dan dengan sungguh-sungguh ia panggil mereka dengan nama yang paling mereka sukai. Baginda memberi mereka ‘kuniyah’ (sebutan bapa atau ibu si Fulan).

Baginda tidak pernah memotong pembicaraan orang, kecuali sudah berlebihan. Apabila seseorang mendekatinya ketika ia sholat, baginda cepat-cepat selesaikan sholatnya dan segera bertanya apa yang diinginkan oleh orang itu.

Pada suatu hari dalam khemah semasa peperangan, baginda berkata: “Seandainya ada seorang soleh mahu mengawalku malam ini”. Dengan kesedaran dan cinta, beberapa sahabat mengawal khemah baginda. Di tengah malam, terdengar seakan akan suara pergaduhan yang mencurigakan. Para sahabat bergegas ke arah sumber suara tersebut. Ternyata baginda telah ada di sana mendahului mereka, tegak di atas kuda tanpa pelana lalu berkata : “Tenang, hanya angin gurun,”. Nyatalah bahwa keinginan untuk adanya pengawal itu bukan kerana ketakutan atau pemanjaan diri, tetapi pendidikan disiplin dan ketaatan. Ummul Mukminin Aisyah ra berkata : “Rasulullah saw wafat tanpa meninggalkan makanan apapun yang boleh dimakan makhluk hidup selain setengah ikat gandum dalam penyimpananku. Saat ruhnya dijemput, baju besinya masih digadaikan kepada seorang Yahudi untuk harga 30 gantang gandum.” Sungguh baginda berangkat menunaikan haji dengan perjalanan yang sangat sederhana dan pakaian yang harganya tidak lebih dari 4 dirham, seraya berkata, “Ya Allah, jadikanlah ini haji yang tidak mengandungi riya’ dan sum’ah.”

Pada kemenangan besar saat pembukaan Makkah, dengan sejumlah besar pasukan muslimin, baginda menundukkan kepala, nyaris menyentuh punggung untanya sambil sentiasa mengulang-ulang tasbih, tahmid dan istighfar bahkan baginda tidak terlalu bergembira dengan kemenangan tersebut. Beberapa kalimat ini mungkin membuatkan kita layak untuk menyesal tidak mencintainya atau tidak menggerakkan bibir untuk mengucap selawat ke atasnya : “Semua Nabi mendapatkan hak untuk mengangkat doa yang tidak akan ditolak dan aku menyimpannya untuk umatku kelak di padang mahsyar nanti.”

Ketika masyarakat Thaif menolak dan menghina baginda, malaikat penjaga bukit menawarkan untuk menghimpit mereka dengan bukit. Baginda menolak seraya berkata : “Kalau tidak mereka, aku berharap keturunan di sulbi mereka kelak akan menerima dakwah ini, mengabdi kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun.” Kata kunci kepada gambaran kebesaran jiwa baginda adalah : Allah, sumber kekuatan yang Maha dahsyat, kerana kepada baginda, ia begitu penting bagi menumpahkan semua keluhannya. Ini membuatnya amat tabah menerima segala risiko perjuangan di mana kaum kerabatnya yang menjauhkan diri, kawan yang membencinya dan khalayak ramai yang mengusirnya dari negeri tercinta.

Tidak cukupkah semua keutamaan itu :

1. Menggetarkan hati kita dengan cinta?
2. Menggerakkan tubuh kita dengan sunnah dan contoh tauladan?
3. Menggugahkan mulut kita dengan ucapan selawat?

Umat Islam hari ini di tuntut untuk berperanan aktif sebagai :
1. Pengisi konsep.
2. Penggerak kehidupan duniawi.

Agama Islam tidak hanya terikat dengan ibadah dalam ertinya yang sempit seperti puasa, solat, zikir dan doa malah mampu membangun amalan yang soleh dalam membentuk kualiti hidup kebaikan di dunia dan di akhirat. Dalam rangka inilah kita peringati Maulid Nabi saw.


Ya Allah, jadikanlah peringatan Maulid NabiMu benar-benar memberi kesan kepada azam dan tekad kami untuk kami mengikuti dan menyusuri akhlak dan peribadi mulia baginda saw. Kurniakanlah syafaat NabiMu kepada kami di akhirat nanti serta tempatkanlah NabiMu pada maqam yang tinggi di syurgaMu nanti.



 


0 comments:

Alhamdulillah wa'syukurilah Bersyukur padamu ya Allah Kau jadikan kami saudara, Indah dalam kebersamaan

UP DATE VIDEO PKS

TOTAL LAYANGAN BULAN INI

TRENDING

 
Copyright © PKS DPC Sumedang Utara - All Rights Reserved
    Facebook Twitter YouTube