Tidak dapat dipungkiri apabila kita mengupas (uslub) betapa pentingnya kekuatan tenaga untuk mencapai sesuatu visi (cita-cita)
"Impian-impian yang besar memerlukan tenaga yang besar".
Banyak orang berhenti di
tengah jalan hanya karena kehilangan daya tahan beserta dengan
bertambahnya halangan dan rintangan karena memang sesuatu impian yang
besar akan pasti diiringi oleh besarnya halangan dan rintangan.
1. Banyak pasangan yang
hancur rumah tangganya sebelum selesai mewujudkan suasana bahagia yang
diimpikan kerana masing-masing kehabisan tenaga kesabaran.
2. Banyak organisasi
dilanda perpecahan sebelum visi mampu direalisasikan kerana organisasi
tersebut kehabisan tenaga dalam menghadapi pergeseran dan mengelola
berbagai isu yang timbul.
3. Tidak sedikit manusia
yang berada di Rumah sakit jiwa sebelum sempat meraih cita-cita hidupnya
karena tidak lagi memiliki tenaga untuk menahan penderitaan dan
kesakitan dari kemalangan yang menimpa.
Tenaga yang cukup sesungguhnya amat penting untuk kita miliki dalam usaha untuk mewujudkan segala impian dalam kehidupan.
Bagi siapa yang pernah belajar Ilmu Fisika, tentu sudah biasa dengan hukum tenaga yang dirumuskan oleh Albert Einstein.
Tenaga menurutnya adalah fungsi dari jisim (berat) perkalian dengan kelajuannya (E=MC2).
Jadi kalau kita ingin meningkatkan tenaga, menurut teori ini, kita boleh melakukannya dengan meningkatkan jisim (berat) benda atau kelajuannya atau dengan kedua-duanya.
Menurut pemahaman Islam, jisim (berat) manusia tidak terletak pada besar kecilnya bentuk fisik yang dimiliki tetapi sejauh manakah kadar iman dan ilmu yang ada padanya.
Al-Quran mengatakan bahwa Allah meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derejat.
"Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa darjat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Al Mujaadilah : 11)
Mengenai kelajuan, perkara ini bergantung kepada kadar kecepatan manusia dalam melakukan berbagai kebaikan.
Allah menyebut di dalam Al Quran : "Maka apabila kamu telah selesai dari sesuatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain," (QS. Al Insyirah : 7)
Allah tidak mengatakan : "Setelah selesai suatu urusan maka beristirahatlah atau berpestalah".
Bagi siapa yang pernah belajar Ilmu Fisika, tentu sudah biasa dengan hukum tenaga yang dirumuskan oleh Albert Einstein.
Tenaga menurutnya adalah fungsi dari jisim (berat) perkalian dengan kelajuannya (E=MC2).
Jadi kalau kita ingin meningkatkan tenaga, menurut teori ini, kita boleh melakukannya dengan meningkatkan jisim (berat) benda atau kelajuannya atau dengan kedua-duanya.
Menurut pemahaman Islam, jisim (berat) manusia tidak terletak pada besar kecilnya bentuk fisik yang dimiliki tetapi sejauh manakah kadar iman dan ilmu yang ada padanya.
Al-Quran mengatakan bahwa Allah meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derejat.
"Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa darjat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Al Mujaadilah : 11)
Mengenai kelajuan, perkara ini bergantung kepada kadar kecepatan manusia dalam melakukan berbagai kebaikan.
Allah menyebut di dalam Al Quran : "Maka apabila kamu telah selesai dari sesuatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain," (QS. Al Insyirah : 7)
Allah tidak mengatakan : "Setelah selesai suatu urusan maka beristirahatlah atau berpestalah".
Justeru kita diminta bersegera menyelesaikan urusan lain seperti moto yang digunakan oleh sesetengah kalangan yaitu : "Lebih cepat, lebih baik".
Jika kita cuba implementasikan formula Einstein tersebut, maka Tenaga adalah fungsi dari tahap :
- Keimanan.
- Keilmuan.
- Kelajuan.
Semakin tinggi tahap keimanan, keilmuan dan kelajuan, maka akan semakin besar pula tenaga yang dihasilkan.
Oleh yang demikian, kita dapat merumuskan bahwa : "Kombinasi perubahan tahap keimanan, keilmuan dan kelajuan dalam melaksanakan berbagai agenda merupakan sumber tenaga bagi manusia yang ingin meraih
cita-cita". Semakin besar impian yang ingin diwujudkan, maka semakin besar pula perubahan-perubahan tahap tersebut yang mesti ditingkatkan.
Al Quran dalam surah Al Baqarah ayat 246-251 menceritakan kisah menarik yang menjelaskan betapa tenaga manusia ternyata tidak bergantung kepada banyaknya persediaan logistik yang digunakan melainkan hanya berdasarkan tahap ketinggian keyakinan dan ketaatannya pada perintah Allah.
Kisah ini dimulai ketika Nabi Musa telah wafat dan Bani Israil menjadi bangsa yang lemah lagi terancam di mana sebelum kemunculan Nabi Daud ada kekosongan fasa kenabian selama beberapa ratus tahun.
Ketika itu hanya ada beberapa Nabi di kalangan mereka di antaranya bernama Syamwil. Bani Israil meminta Syamwil mencari seorang pemimpin untuk menghadapi Jalut yang berusaha memperluaskan daerah jajahannya.
Kemudian diberitahu bahwa Allah swt telah mengutus Thalut sebagai pemimpin. Bani Israil menolak karena Thalut dianggap orang yang miskin. Namun Syamwil mengatakan Thalut mempunyai kelebihan ilmu dan fisik yang kuat, akhirnya mereka menerima Thalut sebagai pemimpin.
Setelah diangkat sebagai pemimpin, Thalut melakukan perjalanan bersama pasukannya menuju pasukan Jalut. Thalut, yang mengetahui dari ilmunya menyampaikan bahwa mereka akan menemui sungai dan Tuhan akan menguji mereka dengan sungai tersebut.
Setelah perjalanan jauh yang meletihkan, tibalah mereka di sebuah sungai yang membatasi tentera Thalut dan Jalut. Thalut berkata bahwa mereka yang akan berperang tidak boleh minum air sungai itu, kalau pun minum hanya boleh dengan satu gayungan tangan.
Mendengar arahan Thalut itu, terpisahlah tentera Thalut menjadi dua golongan. Golongan pertama ialah mereka yang taat dan tidak minum atau hanya minum seteguk manakala golongan kedua pula mereka yang melanggar larangan dan minum dengan sepuas-puasnya. Mereka berfikir bahwa sungguh tidak masuk akal apabila tentera yang keletihan setelah berjalan jauh diperintahkan tidak boleh minum padahal sebentar lagi mereka akan berperang dengan musuh yang menakutkan.
Oleh yang demikian, kita dapat merumuskan bahwa : "Kombinasi perubahan tahap keimanan, keilmuan dan kelajuan dalam melaksanakan berbagai agenda merupakan sumber tenaga bagi manusia yang ingin meraih
cita-cita". Semakin besar impian yang ingin diwujudkan, maka semakin besar pula perubahan-perubahan tahap tersebut yang mesti ditingkatkan.
Al Quran dalam surah Al Baqarah ayat 246-251 menceritakan kisah menarik yang menjelaskan betapa tenaga manusia ternyata tidak bergantung kepada banyaknya persediaan logistik yang digunakan melainkan hanya berdasarkan tahap ketinggian keyakinan dan ketaatannya pada perintah Allah.
Kisah ini dimulai ketika Nabi Musa telah wafat dan Bani Israil menjadi bangsa yang lemah lagi terancam di mana sebelum kemunculan Nabi Daud ada kekosongan fasa kenabian selama beberapa ratus tahun.
Ketika itu hanya ada beberapa Nabi di kalangan mereka di antaranya bernama Syamwil. Bani Israil meminta Syamwil mencari seorang pemimpin untuk menghadapi Jalut yang berusaha memperluaskan daerah jajahannya.
Kemudian diberitahu bahwa Allah swt telah mengutus Thalut sebagai pemimpin. Bani Israil menolak karena Thalut dianggap orang yang miskin. Namun Syamwil mengatakan Thalut mempunyai kelebihan ilmu dan fisik yang kuat, akhirnya mereka menerima Thalut sebagai pemimpin.
Setelah diangkat sebagai pemimpin, Thalut melakukan perjalanan bersama pasukannya menuju pasukan Jalut. Thalut, yang mengetahui dari ilmunya menyampaikan bahwa mereka akan menemui sungai dan Tuhan akan menguji mereka dengan sungai tersebut.
Setelah perjalanan jauh yang meletihkan, tibalah mereka di sebuah sungai yang membatasi tentera Thalut dan Jalut. Thalut berkata bahwa mereka yang akan berperang tidak boleh minum air sungai itu, kalau pun minum hanya boleh dengan satu gayungan tangan.
Mendengar arahan Thalut itu, terpisahlah tentera Thalut menjadi dua golongan. Golongan pertama ialah mereka yang taat dan tidak minum atau hanya minum seteguk manakala golongan kedua pula mereka yang melanggar larangan dan minum dengan sepuas-puasnya. Mereka berfikir bahwa sungguh tidak masuk akal apabila tentera yang keletihan setelah berjalan jauh diperintahkan tidak boleh minum padahal sebentar lagi mereka akan berperang dengan musuh yang menakutkan.
Apakah yang berlaku selepas itu?
Setelah minum, golongan yang ingkar dan minum dengan sepuas-puasnya tadi tiba-tiba diliputi oleh perasaan cemas dan takut, gementar hati mereka dan bergetarlah lutut mereka sementara golongan yang taat dan beriman terhadap apa yang disampaikan oleh Thalut ternyata bersemangat dan memiliki kekuatan menghadapi musuh.
Mereka yang telah minum banyak berkata : "Tidak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tenteranya."
Setelah minum, golongan yang ingkar dan minum dengan sepuas-puasnya tadi tiba-tiba diliputi oleh perasaan cemas dan takut, gementar hati mereka dan bergetarlah lutut mereka sementara golongan yang taat dan beriman terhadap apa yang disampaikan oleh Thalut ternyata bersemangat dan memiliki kekuatan menghadapi musuh.
Mereka yang telah minum banyak berkata : "Tidak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tenteranya."
Sementara mereka yang taat menjawab : "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar."
Thalut dan pasukannya yang beriman lalu menyeberangi sungai untuk menyambut tentera Jalut. Pertempuran dengan jumlah tentera yang tidak seimbang itu akhirnya dimenangi oleh pasukan kecil Thalut, di mana Nabi Daud yang masih muda belia pada masa itu berhasil membunuh Jalut yang perkasa.
Kisah Thalut ini meyakinkan kita bahwa ternyata : ‘Tenaga tidak bergantung kepada banyaknya persiapan logistik’.
Namun sebaliknya ia banyak bergantung kepada :
- Seberapa dekatnya hubungan kita dengan Allah swt.
- Seberapa berilmunya kita.
- Seberapa cepat kita dalam melaksanakan perintahNya.
Al Quran menceritakan dengan jelas bagaimana pasukan Thalut yang minum begitu sedikit dan Nabi Daud yang masih muda belia mampu mengalahkan Jalut yang sangat perkasa.
Tenaga yang diperolehi dan tidak dapat ditandingi adalah hasil dari :
- Kepatuhan Thalut dan Daud pada semua perintah Allah.
- Kesabaran mereka mengendalikan diri dari godaan kebendaan.
Dengan tenaga yang mereka miliki, mereka tidak hanya mampu meraih impian mereka melainkan juga mencapai impian bangsanya untuk memenangi pertarungan dan melindungi bangsanya dari penjajahan Jalut.
Semoga kita mampu melipatgandakan tenaga yang kita miliki dengan kombinasi iman, ilmu dan kelajuan merealisasikan perintah Allah sehingga kita mampu meraih semua impian besar kita.
Ya Allah, kami memahami bahwa tanpa kekuatan iman, ilmu dan sikap melaksanakan perintahMu dengan pantas, kami tidak mampu untuk menghasilkan suatu tenaga yang besar yang boleh membawa satu arus Islam yang kuat bagi merealisasikan impian besar kami. Oleh itu bantulah kami dengan keyakinan yang teguh kepada-Mu di samping ilmu yang tinggi dan luas beserta sikap sentiasa bersedia untuk melaksanakan segala arahan-arahan-Mu tanpa berlengah-lengah.
0 comments:
Alhamdulillah wa'syukurilah Bersyukur padamu ya Allah Kau jadikan kami saudara, Indah dalam kebersamaan