Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan, menjadi pusat massa untuk menunjukan kekuatan sebuah kelompok. Stadion yang umumnya digunakan sebagai arena pertandingan sepak bola tingkat internasional ini, juga digunakan berbagai kelompok organisasi dan partai politik. Namun tak mudah menaklukan gedung besar nan megah yang dibangun sejak tahun 1958 tersebut. Terbukti beberapa elemen bangsa termasuk partai politik tak mampu menaklukan GBK 'bertekuk lutut'.
Disamping tak mampunya beragai elemen bangsa menaklukan GBK, sejumlah elemen bangsa lain pernah tercatat sejarah mampu 'menundukan' GBK dengan sukses. Setidaknya ada 3 Komponen Pengumpulan Masayang mampu menaklukan Gebeka.
1. Konser Kantata Takwa dan Iwan Fals
Stadion Utama Senayan, 23 Juni 1990. Sekitar 150 ribu pecinta musik memadati stadion ingin menyaksikan konser Kantata Takwa. Grup band yang digawangi oleh Jockie Suprayogo, Sawung Jabo, Setiawan Djodi, dan sang bintang Iwan Fals, bagai magnet yang mampu menyedot kehadiran penggemarnya. Dan saat Iwan Fals bersama almarhum WS Rendra tampil dengan tembang andalannya seperti Badut, Bongkar, dan Bento, suasana stadion terasa gegap gempita.
2. Timnas Indonesia
SUGBK, Desember 2010. Timnas senior Indonesia tampil memukau di ajang Piala AFF. Setiap kali Timnas bertanding, stadion selalu penuh. Euforia melanda bangsa Indonesia kala itu. Dan puncaknya saat Timnas tampil di partai final Leg ke-2 melawan Malaysia. Meski harapan sangat tipis karena kalah telak pada pertandingan pertama di Kuala Lumpur dengan 3-0, tapi para pecinta bola dan masyarakat Indonesia tak menghentikan dukungannya. SUGBK tetap penuh sesak.
3. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Stadion Gelora Utama Bung Karno (Gebeka), 30 Maret 2009. PKS mencatat sejarah dengan menghadirkan 122 ribu massa dalam kampanye menjelang Pemilu 2009. SUGBK bagai lautan putih, dipadati kader dan simpatisan PKS. Tanpa ragu, Museum Rekor Indonesia pimpinan Jaya Suprana memberikan penghargaan karena PKS telah memecahkan rekor.
Sepanjang sejarah perjalanan Gebeka, bisa jadi tiga peristiwa di atas menjadi yang paling fenomenal. Sangat sering stadion kebanggaan rakyat Indonesia itu dijadikan tempat acara oleh berbagai pihak. Mulai dari konser musik, tabligh akbar, kampanye partai politik hingga penerimaan CPNS. Namun, yang mampu membuat bulu kuduk kita merinding hanya tiga: konser Kantata Takwa dengan Iwan Fals-nya, kampanye PKS dan Timnas Senior di Piala AFF 2010.
Massa datang berjubel bak gelombang yang tak bisa dihentikan. Wajah-wajah penuh antusias terlihat jelas. Kobaran semangat dan opitimisme terpancar jelas. Kaki mereka melangkah dengan ringan tanpa paksaan dan tak dibayar. Bahkan, mereka justru harus merogoh kocek sendiri untuk hadir.
Konser Kantata Takwa, kampanye PKS dan Timnas Senior di Piala AFF memiliki benang merah yang sama. Apa itu? Mereka yang datang berbondong-bondong adalah orang-orang yang rindu akan perubahan. Rindu terhadap prestasi. Rindu dengan kegemilangan.
Simak lirik lagu-lagu yang dikumandangkan oleh Kantata Takwa, wabil khusus Iwan Fals. Bukankah sarat dengan nilai-nilai perubahan? Ketidakadilan, kezaliman, ketimpangan sosial menjadi inspirasi utama lagu mereka. Dan di masa itu, saat Orde Baru sedang kuat-kuatnya berkuasa, kerinduan akan perubahan begitu membesar. Tak heran jika konser Kantata Takwa seolah menjadi oase perubahan.
Begitu pula dengan PKS. Inilah partai yang lahir dari rahim reformasi. Partai yang banyak berisikan anak-anak muda yang didirikan untuk menjadikan Indonesia Baru yang berkeadilan dan sejahtera. Partai dakwah yang mengusung semangat perubahan. Karena itu, jangan heran pula jika kader dan simpatisannya tak perlu dipaksa untuk hadir di kampenye PKS di SUGBK.
Ini juga yang terjadi pada Timnas Senior di Piala AFF 2010. Penampilan mereka sangat menjanjikan. Thailand yang selama ini menjadi momok menakutkan berhasil dilibas. Euforia luar biasa melanda pecinta bola dan masyarakat Indonesia saat itu. Mereka sangat rindu perubahan. Mereka merindukan prestasi yang sudah lama tak berhasil direguk. Dan karena itu, jangan menjadi heran jika mereka rela mendukung Timnas di Gebeka meski datang dari jauh dan harus mengeluarkan biaya untuk membeli tiket.
Bercermin dari fenomena di atas, rumusnya sangat sederhana untuk mendatangkan massa berjumlah ratusan ribu ke SUGBK tanpa harus dipaksa dan dibayar. Usunglah semangat perubahan yang tulus tanpa retorika. Karena spirit perubahan itulah yang sesungguhnya menjadi ruh dari Gebeka.
"Ini...ini akan jadi Stadion terbesar di dunia, ini adalah awal bangsa kita menjadi bintang pedoman bangsa-bangsa di dunia, semua olahraga dari negara-negara di dunia ini, berlomba disini. Kita tunjukkan pada dunia, Indonesia bangsa yang besar, yang mampu maju ke muka memimpin pembebasan bangsa-bangsa di dunia menuju dunia barunya”, kata Presiden Soekarno saat berada di depan maket SUGBK.
Jangan pernah mencoba menghadirkan ratusan ribu massa ke Gebeka dengan retorika perubahan yang palsu. Karena tak akan pernah berhasil. Mengapa? Sebab tak sejalan dengan ruh pendirian Gebeka oleh Bung Karno. Buktinya sudah banyak. Terakhir, sebuah partai yang mengusung slogan restorasi atau perubahan Indonesia tak mampu melakukannya. Massa yang hadir di Gebeka tak banyak. Kursi-kursi melompong. Bahkan banyak cerita tak sedap usai acara.
Gebeka, Ahad 16 Maret 2014. Ratusan ribu kader dan simpatisan PKS memadati stadion dalam kampanye besar Pemilu 2014. Dan Museum Rekor Indonesia milik Jaya Suprana sepertinya harus bersiap memberikan penghargaan lagi.(Erwyn Kurniawan)
0 comments:
Alhamdulillah wa'syukurilah Bersyukur padamu ya Allah Kau jadikan kami saudara, Indah dalam kebersamaan