Sesungguhnya
tujuan Allah SWT menciptakan makhluk, menurunkan al-Quran dan mengutus
para rasul tidak lain adalah agar Allah menjadi satu-satunya yang
disembah dan tidak disekutukan dengan apapun yang lain (QS adz-Dzariyat : 56).
Pengertian ibadah yang paling khusus
adalah menjadikan ketaatan dan ketundukan hanya kepada Allah serta
berhukum hanya dengan syariah-Nya. Allahlah yang menciptakan
makhluk-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam penciptaan ini. Karena
itu, Dia harus dijadikan sebagai satu-satunya yang berhak memerintah.
Dialah satu-satunya Pencipta, hanya Dia pula yang berhak memerintah.
أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ
Ingatlah menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah (QS al-A’raf [7]: 54).
Allah SWT juga berfirman:
إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik (QS Al-An’am [6]: 57).
Allahlah satu-satunya yang berhak
menghalalkan, mengharamkan dan membuat peraturan. Siapapun yang
mengklaim berhak ditaati secara mutlak dan berhak membuat peraturan
secara mutlak, sungguh ia telah menjadi sekutu bagi Allah SWT dan
menempatkan dirinya sebagai tuhan yang lain selain Allah; sama saja
apakah ia individu, jamaah, organisasi, institusi, DPR, MPR, parlemen
atau apapun namanya.
Setiap orang yang memberikan hak
tersebut kepadanya dan mengakui, bahwa mereka berhak untuk
melakukannya, maka ia benar-benar telah menyembahnya, selain Allah.
Allah SWT berfirman:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
Mereka menjadikan para ulama dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah (QS at-Taubah [9]: 31).
Adi bin Hatim—sebelumnya seorang
Nasrani—berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami tidak menyembah
mereka.” Rasulullah saw. Bersabda, “Bukankah mereka itu
mengharamkan apa yang telah Allah halalkan dan kalian pun
mengharamkannya? Mereka menghalalkan apa yang telah Allah haramkan dan
kalian pun menghalalkannya?” Adi berkata, “Tentu seperti itu.” Rasulullah saw. Bersabda, “Itulah bentuk penyembahan kepada mereka.” (HR Ahmad dan Tirmidzi).
Kaum Muslim wajib terikat dengan
hukum-hukum Allah SWT dan wajib menerapkannya dalam semua aspek
kehidupan (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 65). Karena itu, umat wajib berhukum
dengan hukum-hukum Allah dan wajib berusaha agar hukum-hukum itulah
yang mengendalikan dirinya. Itu bukan hanya di dalam masyarakatnya
saja, namun di semua penjuru dunia. Dengan begitu, mereka akan memimpin
masyarakat dengan keadilan Islam. Rasulullah saw. telah menerapkan
perintah Allah itu dan senantiasa beliau jalankan hingga wafat. Selama
itu, beliau menjadi pemimpin negara, panglima perang, hakim serta
rujukan dalam semua urusan dunia dan agama.
Banyak sekali hadis sahih mengenai
kewajiban untuk menaati para pemimpin. Hadis-hadis tersebut menunjukkan
kewajiban untuk mendirikan negara yang akan menjalankan pemerintahan.
Di antaranya yang diriwayatkan dari Anas ra.:
«اِسْمَعُوْا وَأَطِيْعُوْا
وَإِنْ اْستُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ
زَبِيْبَةٌ مَا أَقَامَ فِيْكُمْ كِتَابَ اللَّهِ»
Dengar dan taatilah oleh kalian
meski yang dijadikan pemimpin kalian adalah seorang budak Habsyi, yang
kepalanya seperti kismis, selama menegakkan Kitabullah (al-Quran) di
tengah-tengah kalian (HR al-Bukhari).
Rasulullah saw. juga bersabda:
«لاَ يَحِلُّ لِثَلاثَةِ نَفَرٍ يَكُونُونَ بِفَلاةٍ مِنَ الأَرْضِ إِلاَّ أَمَّرُوْا عَلَيْهِمْ أَحَدَهُمْ»
Tidak halal bagi tiga orang yang
sedang berada di padang sahara (melakukan perjalanan jauh), kecuali
mereka mengangkat salah seorang dari mereka untuk memimpinnya (HR Ahmad).
Sabda beliau ini sebenarnya merupakan
peringatan yang harus diterapkan terhadap jenis-jenis perkumpulan yang
lain, yang lebih dari tiga orang. Allah SWT mewajibkan amar makruf nahi
mungkar, sementara kewajiban ini tidak akan berjalan dengan baik dan
sempurna kecuali dengan adanya kekuatan dan kepemimpinan. Begitu juga
kewajiban berjihad, menegakkan keadilan, melaksanakan ibadah haji,
mendirikan jamaah, merayakan hari-hari besar Islam (Idul Fitri dan Idul
Adha), menolong orang yang dianiaya, menegakkan hukum-hukum Allah dan
kewajiban-kewajiban lainnya. Semua itu tidak akan berjalan dengan baik
dan sempurna, kecuali dengan adanya kekuatan dan kepemimpinan (Ibnu
Taimiyah, Majmû’ al-Fatawa (XXVIII/390-392).
Hal yang sama dikemukan oleh asy-Syaukani dalam Nayl al-Awthâr (9/157), Abu al-Ma’ali al-Juwaini dalam Ghuyats al-Umam (1/15), al-Mawardi dalam Al-Ahkâm as-Sulthâniyah (1/5), al-Qal’i dalam Tahdzîb ar-Riyâsah wa Tartîb as-Siyâsah (1/74).
Sungguh, kaum Muslim telah mengerti
dengan baik mengenai pentingnya mereka bersatu di bawah kepemimpinan
seorang khalifah yang berhak didengar dan ditaati. Mereka juga sangat
menyadari bahaya perselisihan, perpecahan dan tidak adanya kursi
kekuasaan bagi seorang imam (khalifah) yang akan mengurusi urusan
masyarakat. Ini dibuktikan dengan jelas oleh para Sahabat. Ketika
Rasulullah saw. wafat, mereka segera berkumpul untuk memilih khalifah
yang menggantikannya. Bahkan mereka mendahulu-kan pengangkatan khalifah
daripada memandikan jenazah Rasulullah saw., mengkafani dan menyiapkan
pemakamannya.
Para Khalifah silih berganti menduduki
kursi Khilafah dan menerima tugas-tugas pemerintahan. Khilafah
senantiasa menjadi benteng yang tak tertandingi, yang menjaga Islam dan
melindungi kehormatan kaum Muslim dari setiap serangan musuh. Bahkan
akhirnya musuh sepakat dalam satu kata tentang pentingnya menyerang
ideologi pemerintahan Islam. Mulailah para orientalis menciptakan
keraguan dan kebimbangan dalam diri kaum Muslim tentang otoritas
syariah Islam. Mereka membangun opini di tengah-tengah masyarakat,
bahwa Islam adalah agama yang hanya mengatur hubungan hamba dengan
Tuhannya. Islam sama sekali tidak memiliki hubungan dengan urusan
politik, ekonomi, sosial dan pendidikan. Bahkan persoalan ini semakin
terabaikan ketika masyarakat Islam sudah mengadopsi pendapat para
orientalis, bahwa Islam dan hukum-hukumnya berevolusi mengikuti
pengkembangan zaman dan tempat.
Para pengikut, pendukung kaum orientalis
dan murid-murid mereka di antara orang-orang yang sebangsa dengan kita
mulai mengulang-ulang perkataan batil ini melalui berbagai mimbar dan
media yang telah dipersiapkan oleh musuh Islam untuk mereka. Tujuannya
adalah untuk melenyapkan Khilafah yang menyatukan semua kaum Muslim.
Mereka membentuk berbagai organisasi dan partai yang menyerukan agar
membuang agama serta mengutamakan ikatan nasionalisme dan kebangsaan
daripada ikatan Islam. Inilah yang telah dijadikan sebagai pembuka
jalan untuk meruntuhkan Khilafah dan mengerat Dunia Islam, dan
menghancur-kannya menjadi negeri-negeri kecil yang lemah, yang kemudian
dibagi-bagi untuk kaum kafir penjajah. Sungguh apa yang telah
diramalkan Rasulullah benar-benar telah terjadi:
«لَتُنْتَقَضُنَّ عُرَى
إلاسْلاَمِ عُرْوَةً عُرْوَةً، فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةً تَشَبَّثَ
النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيْهَا، وأَوَّلُهُنَّ نَقْصاً الحُكْمُ،
وآخِرُهُنَّ الصَّلاةُ»
Sungguh ikatan Islam akan
benar-benar lepas seikat demi seikat. Setiap kali satu ikatan lepas,
masyarakat akan menempel pada ikatan selanjutnya. Ikatan Islam yang
pertama kali lepas adalah pemerintahan dan yang terakhir adalah shalat (HR Ibnu Hibban).
Sebagaimana yang dikatakan banyak orang:
tidak akan mengerti pentingnya obat, kecuali orang yang
membutuhkannya. Kami di Libanon mengalami penderitaan seperti yang
diderita oleh sebagaian besar negeri-negeri kaum Muslim. Sungguh, kita
sangat membutuhkan sistem pemerintahan yang menjamin stabilitas politik
masyarakat, yang menjauhkan kita dari berbagai krisis pemerintahan;
kita belum keluar dari satu krisis ternyata krisis yang lain sudah
bermunculan. Sungguh, kita sangat membutuhkan sistem ekonomi Islam, yang
mampu menjamin setiap kebutuhan dasar manusia seperti sandang, pangan
dan papan; menjamin semua kebutuhan masyarakat seperti pendidikan,
kesehatan dan keamanan. Sungguh, kita berkeinginan kuat untuk melarang
riba, menghancurkan monopoli dan penimbunan, meniadakan dominasi dan
kekuasaan Kapitalisme yang rakus dan tamak dari setiap masyarakat.
Sungguh, kita sangat membutuhkan tata pergaulan yang sesuai syariah
Islam, yang akan menjaga kehormatan kaum perempuan dan laki-laki serta
menjamin terciptanya suasana yang mencegah manusia berbuat tak ubahnya
hewan yang hanya mengikuti tuntutan nalurinya. Sungguh kita sangat
membutuhkan kekuatan yang mampu mencegah terjadinya pergaulan bebas,
penyebaran miras, dan mampu menerapkan kaidah-kaidah Islam dalam
kehidupan umum dan khusus. Sungguh, kita sangat membutuhkan jihad yang
merupakan politik luar negeri bagi negara dan bukan sekadar aktivitas
peperangan. Sungguh kita sangat membutuhkan kekuatan yang mampu
membebaskan saudara-saudara kita yang ditahan musuh, membebaskan
al-Aqsha yang diduduki kaum Yahudi, dan mengemban Islam sebagai risalah
yang membawa petunjuk dan cahaya ke seluruh penjuru dunia.
Sejak runtuhnya Khilafah hingga hari
ini, negeri-negeri kaum Muslim masih mengalami kemunduran, dari satu
kehinaan menuju kehinaan yang lebih besar. Dengan lenyapnya Khilafah,
kaum Muslim pun kehilangan peran dan pengaruhnya. Namun, dengan izin
Allah mereka telah menyadari akan kewajibannya, dan dengan izin Allah,
mereka tidak akan mengabaikannya. Sebab, umat Islam sangat rindu untuk
menolong Islam dan kaum Muslim, merindukan kembalinya bendera al-’Uqab — Lâ Ilâha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh — menaungi
kepala mereka. Mereka sangat rindu untuk merasakan arti kemuliaan yang
dulu pernah mereka rasakan sebagai umat, selama ratusan tahun.
Sungguh tidak ada harapan sama sekali
untuk mengembalikan kemuliaan umat Islam, kecuali dengan kembali pada
agamanya, berjuang untuk mengokohkan hukum-hukum Islam, mengembalikan
Khilafah Islam dan mengangkat khalifah untuk memimpin kaum Muslim.
Sungguh telah ada kabar gembira (bisyârah) dari orang yang
paling jujur dan maksum dari kesalahan, Rasulullah saw. yang menegaskan
akan kembalinya lagi Khilafah. Di antaranya adalah hadis dari
Hudzaifah ra, yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:
«تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ
مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ
يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ
فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ
اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا
شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ
يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ
اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا
ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ»
“Fase kenabian ada di tengah-tengah
kalian. Dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada, kemudian Dia akan
mengakhirinya jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Lalu akan ada
fase Khilafah berdasarkan metode kenabian. Dengan kehendak Allah, ia
akan tetap ada, kemudian Dia akan mengakhirinya jika Dia berkehendak
untuk mengakhirinya. Lalu akan ada fase penguasa yang zalim. Dengan
kehendak Allah, ia akan tetap ada, kemudian Dia akan mengakhirinya,
jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Lalu akan ada fase penguasa
diktator. Dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada, kemudian Dia akan
mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Selanjutnya
akan datang kembali Khilafah berdasarkan metode kenabian. Kemudian Nabi
saw. diam” (HR Ahmad dan ath-Thayalisi dengan sanad yang hasan).
Kami memohon kepada Allah SWT semoga tegaknya Khilafah ‘ala Minhâj an-Nubuwwah tidak lama lagi.
------------------------------------------------------------------
Al-Alim Khalid Abdul Fatah (Wakil Ulama Lebanon)
0 comments:
Alhamdulillah wa'syukurilah Bersyukur padamu ya Allah Kau jadikan kami saudara, Indah dalam kebersamaan