Coretan ini adalah khusus buat mereka yang berada di luar sana yang belum mengenali sosok bernama Ustaz Anis Matta. Benarlah pepatah, ‘tak kenal maka tak cinta’. Fahami fikrah seseorang dahulu sebelum mengutarakan dengan bebas perkara-perkara yang negatif atau menyadurkan maklumat palsu.
Dalam satu buku tulisan Almarhum Syeikh Umar Al-Tilmessani, “Apa Yang Aku Pelajari Dari Ikhwanul Muslimin”, beliau membahaskan kesalahfahaman ummat terkait pengurusan harta dan memiliki harta. Sehingga, musuh-musuh Islam sentiasa memanfaatkan harta dunia ini untuk melawan dan merusakkan ummat Islam itu sendiri. Kesalahpahaman ini sangat mendasar dan merugikan Islam. Sebab itulah, dalam Usul Pertama (dari 20 Usul) Imam As-Syahid Hassan Al-Banna, dimasukkan point khusus terkait “material dan kekayaan alam atau penghasilan dan kekayaan”. [Halaqah Keluarga]
Dalam satu buku tulisan Almarhum Syeikh Umar Al-Tilmessani, “Apa Yang Aku Pelajari Dari Ikhwanul Muslimin”, beliau membahaskan kesalahfahaman ummat terkait pengurusan harta dan memiliki harta. Sehingga, musuh-musuh Islam sentiasa memanfaatkan harta dunia ini untuk melawan dan merusakkan ummat Islam itu sendiri. Kesalahpahaman ini sangat mendasar dan merugikan Islam. Sebab itulah, dalam Usul Pertama (dari 20 Usul) Imam As-Syahid Hassan Al-Banna, dimasukkan point khusus terkait “material dan kekayaan alam atau penghasilan dan kekayaan”. [Halaqah Keluarga]
Oleh: Ustaz M.Anis Matta, Lc.
Ini adalah bagian dari ceramah saya ketika Jaulah (musafir), sekadar idea semoga bermanfaat dan menjadi bahan untuk didiskusikan, meski ada Ikhwah yang mengatakannya Anismismi (ajaran Anis) yang terkesan glamour dan konsumtif… tapi sekali lagi ini adalah sekadar idea…
Bismillah,
Ikhwan dan Akhwat sekalian,
Alhamdulillah kita dipertemukan oleh Allah dipagi hari ini, walaupun kemarin saya ragu-ragu apakah saya boleh hadir hari ini atau tidak. Isteri saya sakit demam berdarah dan dirawat di rumah sakit hingga hari ini. Alhamdulillah hari ini ada perbaikan sedikit dan boleh ditinggal. Selain itu, rasanya sudah rindu sama antum semuanya kerana cukup lama tidak ke sini. Sebenarnya saya punya rencana kunjungan ke sini pada bulan Januari yang lalu dalam rangkaian jaulah ke 13 DPW bersama 13 pengurus Bidang Kaderisasi dan Bidang Pembinaan Wilayah. Rencana itu dibatalkan kerana saat itu sedang musim pesawat jatuh, jadi ada 8 DPW yang kita pending perjalanannya termasuk ke kota Pekan Baru ini.
Ikhwan sekalian
Pagi ini kita bicara tentang uang. Sudah lama sekali saya mengusulkan bagian kurikulum di departemen kaderisasi untuk memasukkan asas bahasan tentang uang. Gagasan-gagasan itu mulai muncul ketika saya dahulu berada di awal dakwah ini. Salah satu pekerjaan yang saya lakukan adalah Lajnah Minhaj, di Bidang Kaderisasi bersama kang Aus. Saat itu, saya ikut menyusun beberapa Materi Tahmidi H1, H2. Kita memang tidak pernah berfikir untuk menyusun satu materi tentang wang kerana yang ada dibenak kita bahwa bagian- bagian dari tarbiyah itu adalah tarbiyah ruhiyah, tarbiyah fikriyah dan tarbiyah jasadiyah. Ketika kita membuat partai, kita menambah sedikit yaitu materi tarbiyah siyasiyah.
Jadi kalau wasilah (jalan) dari tarbiyah ruhiyah itu banyak, ada Lailatul Katibah juga mutaba’ah yaumiyah. Wasilah tarbiyah fikriyah juga banyak tatsqif dan macam- macam. Tarbiyah Jasadiyah ada latsar (latihan dasar) ada mukhoyam (camping). Tarbiyah siyasiyah sudah dengan sendirinya kerana ada wasilah berupa parti. Tapi kita semuanya menghadapi suatu masalah yang realiti disebabkan kerana ada missing link dalam sistem berfikir kita.
Ada satu kosa kata yang tidak masuk kedalam benak kita padahal itu sangat menentukan masa depan kita yaitu wang. Jika ada yang bertanya kenapa kita miskin maka jawabannya kerana memang kita tidak belajar masalah uang.
Ikhwan sekalian
Salah satu gejala masalah budaya yang sering kita lihat muncul bersama munculnya orang-orang setengah kaya baru (middle-class rich people). Tapi itu tidak disebabkan kerana bibit-bibit kemiskinan itu memang ada dalam diri kita, ada dilingkungan kita, bahkan ketika kita mulai membuat partai. Padahal kita belum kaya dan memang belum kaya. Apabila kita memakai standar Kiyosaki, masuk dalam tahap selesa pun belum.
Tapi sudah dianggap kaya kerana sedikit beda dengan teman-teman ikhwah yang lain. Kita dianggap kaya karena memiliki kereta padahal kereta itu keperluan asas dalam fiqih Islam. Kita juga dianggap kaya karena boleh membina rumah, padahal itu indikator dari garis kemiskinan. Rasulullah mengatakan “Cukuplah bagi seorang Muslim itu bahwa dia punya sebuah rumah dan seorang pembantu”. Jadi, rumah itu sama dengan pakaian. Hanya saja, dilingkungan kita, banyak yang mempunyai anggapan, orang disebut kaya kalau sudah punya rumah.
Ikhwah sekalian
Oleh kerana itu, banyak sekali yang tidak jelas dalam tsaqafah (pengetahuan) kita tentang uang. Kita bukan hanya salah membuat persepsi-persepsi itu, tetapi juga terkadang mempunyai kecenderungan anti wang. Kalau istilah Ust. Rahmat Abdullah ikhwah itu sabar menderita tapi tidak sabar melihat orang lain lebih kaya. Makanya mudah muncul gossip dikalangan orang yang punya sedikit kelonggaran secara kewangan, apalagi kalau sebab kelonggaran kewangannya itu kerana dia menjadi anggota dewan (parlimen or dun)
Jadi pada tahun 1999, saya jadi ketua tim khusus. Pada waktu itu sebagai Sekretaris Jenderal (Setiausaha Agung) saya tahu persis dimana letak daerah kuatnya PKS kalau saya mahu jadi anggota dewan. Ketika itu saya dicalonkan dari Bandung, Jakarta dan Sulawesi Selatan atas usul DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) masing-masing.
Nah, pilihan tertinggi jatuh pada Sulawesi Selatan. Waktu itu saya belum mau jadi anggota dewan karena saya belum punya rumah dan kereta. Saya tidak mau bila nanti ada persepsi bahwa saya punya kereta dan rumah karena jadi anggota dewan. Oleh kerana itu saya pilih Sulawesi Selatan. Jika saya pilih Bandung atau Jakarta pasti saya terpilih jadi anggota dewan pada tahun 1999. Saya mengerti persepsi-persepsi, gossip dan fitnah tentang harta di kalangan kita itu banyak disebabkan tsaqafah yang tidak jelas tentang uang. Jadi, kita bukan hanya tidak berbakat jadi kaya tapi juga tidak senang dengan orang kaya dan cenderung anti kekayaan.
Bila saatnya kita mulai mengalami masalah keuangan? Yang pertama setelah kita punya anak. Dahulu waktu saya kuliah, kita dimotivasi untuk cepat menikah oleh para murabbi kita, dengan satu alasan kemaksiatan sudah bermaharajalela disekitar kita, daripada kita berzina lebih baik kita menikah. Kalau kita beri alasan bahawa kita belum ada pekerjaan kerana kita masih kuliah, jawabannya adalah: tawakkal ‘alallah, innallaha Ghoniy, seluruh alasan-alasan aqidah dikerahkan untuk mendorong kita nikah.
Sebagian besar angkatan saya menikah di tahun pertama waktu kuliah. Saat itu saya belum menikah. Di tahun kedua lebih banyak lagi yang menikah, saya belum menikah. Di tahun ketiga lebih banyak lagi yang menikah. Saya termasuk yang lewat menikah pada waktu itu. Tapi kemudian kita menemukan fakta bahawa ikhwah-ikhwah yang menikah semasa kuliah itu sebagian besar angka pelajarannya merosot karena disibukkan dengan dakwah juga harus mencari ma’isyah. Saya menikah di tahun keempat setelah result saya stabil karena naik satu mata lagi. Pensyarah saya sampai mengatakan, kalau kamu ambil Master, menikah satu kali lagi. Ada ikhwah yang mengatakan kepada saya, masya Allah, antum ini merencanakan sesuatu dengan teliti. Saya katakan antum punya semangat tapi tidak punya rencana bagus.
Jadi kita semua mulai mengenal wang dan mempunyai persepsi bahawa wang itu perlu ketika anak kita menangis. Ketika saya datang ke bakal mertua–saat itu beliau anggota DPR dan sudah 17 tahun menjadi pimpinan Partai Golkar—untuk melamar, dia bertanya kepada saya: “Anak saya mau diberi makan apa?” Saya nyatakan mungkin saya tidak tinggal di rumah bapak tapi insyaAllah tidak makan batu. Kemudian dia bertanya lagi, “Pendapatan kamu berapa?” Saya jawab, saya ada beasiswa 200 ribu rupiah sebulan. “Selain itu apa lagi?” Saya nyatakan tidak ada. “Masih kuliah”. Tetapi ketika itu isteri saya mengancam, kalau tidak kawin dengan saya, dia tidak mau kawin lagi pada masa akan datang. Akhirnya kami menikah juga. Jadi kita ini ikhwah learning by accident belajar dari masalah.
Ikhwah sekalian
Rasanya saya sendiri sebenarnya tadinya tidak pernah tertarik mengenal uang lebih jauh. Karena 6 tahun saya di Pesantren (Sekolah Pondok) juga tidak pernah belajar uang. Lima tahun setengah kuliah di LIPIA Fakultas Syari’ah juga tidak pernah belajar uang kecuali 1 bab dalam pelajaran Fiqh yaitu kitab zakat, itupun dalam orientasi Amil Zakat, tidak ada orientasi menjadi muzakki (pembayar zakat). Saya mulai tertarik dengan uang setelah mengalami masalah diawal tadi saya nyatakan, juga masalah ketika saya di Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKS. Setelah jadi Sekjen itulah saya mulai menilai ada suatu masalah besar yang akan kita hadapi kalau masalah-masalah ini tidak selesai. Sejak itulah saya mempelajari hal ini. Sebelumnya meskipun saya mengajar Ekonomi Islam di UI, banyak belajar dan membaca masalah-masalah ekonomi, juga banyak membaca buku-buku bisnis dan bergaul dengan orang-orang bisnes, saya belum seberapa tertarik secara langsung dan punya perhatian secara khusus terhadap masalah uang. Ketertarikan itu mulai muncul setelah mengalami masalah betapa sulitnya kita mendanai aktivitas kita setelah kita terjun di bidang politik ini
Ikhwah sekalian
Saya ingin bicara 3 point supaya kita lebih terarah dalam soal wang.
a) Mengapa Islam menyuruh kita kaya.
b) Mencari penjelasan tentang mengapa kita miskin.
c) Bagaimana kita mulai merekonstruksi kehidupan kewangan kita.
Mengapa Islam menyuruh kita kaya.
Ibnu Abid Duni menjelaskan beberapa alasan tentang mengapa kita semua diperintahkan menjadi kaya dalam Islam itu.
Alasan pertama, kerana harta itu tulang belakang kehidupan. Makanya orang kalau punya harta belakangnya nampak lurus. Antum lihat orang-orang Amerika kalau datang ke sini tegap-tegap semua kan, karena punya duit. Pejabat-pejabat kewangan kita kumpul di CGI tunduk-tunduk semua, karena mau pinjam duit. Allah mengatakan “Janganlah kamu berikan harta-harta kamu kepada orang-orang bodoh (orang-orang yang tidak sehat akalnya) yaitu harta harta yang telah Allah jadikan kamu sebagai yang membuat punggung tegap”. Jadi hidup kita tidak normal begitu kita tidak punya uang. Kita pasti punya banyak masalah begitu kita tidak punya wang.
Alasan kedua, peredaran uang itu adalah indikator kesholehan atau keburukan masyarakat. Apabila uang itu beredar lebih banyak ditangan orang-orang jahat maka itu indikasi bahwa masyarakat itu rusak. Apabila uang itu beredar di tangan orang-orang sholeh maka itu indikasi bahawa masyarakat itu sehat. Masyarakat Indonesia ini rusak salah satu indikasinya karena kerana orang-orang sholehnya sebagian besar adalah para fuqara wa masakin. Ahlul Masjid di negeri ini terdiri atas fuqara wa masakin. Bahkan sebahagian besar orang mungkin mengunjungi masjid bukan karena benar-benar ingin ke Masjid, melainkan kerana tidak punya tempat untuk dituju. Antum lihat orang-orang tua yang datang ke masjid biasanya orang yang kalah dalam pertarungan sosial. Kalau dia tentara, biasa setelah tugas baru dia ke masjid. Kalau dia peniaga biasanya setelah dia bangkrut baru dia ke masjid. Rasulullah SAW mengatakan “Sebaik-baik uang itu adalah uang yang beredar diantara orang-orang sholeh” Jadi apabila kita yang ada di sini tidak mengendalikan wang yang ada di Riau, itu adalah tanda- tanda yang tidak bagus. Kenapa? kerana kalau uang itu berada ditangan orang-orang soleh maka uang itu akan mengalir di saluran-saluran yang baik.
Kalau ibu-ibu disini dibagikan 1 Milyar kira-kira uang itu akan digunakan untuk apa? Buat daftar belanja bulanan. Antum boleh lihat semuanya itu belanja kebaikan.
Pertama, pasti akan dipakai untuk potongan partai. Coba lihat anggota DPR, begitu jadi anggota dewan yang pertama potongan buat partai. Waktu itu ada teman dari Golkar dan PPP, “Itu dana (duit) perbelanjaan DPR dibuat apa?” Kita jawab itu tidak melalui kita, melainkan langsung ke Dapil (Daerah Pemilihan). Wang yang masuk ke tangan orang soleh pasti mengalirnya di kebaikan juga. “Kalau gajinya berapa dipotong? Kalau di Golkar cuma 2.5 juta sebulan dipotong”. Kalau di PKS itu biasa 50% sampai 60 % dipotong. Jadi antum lihat daftar belanjanya orang sholeh.
Kedua, untuk rehlah, kemungkinan itu pergi umrah atau menghantar untuk naik haji ahli keluarga atau naik haji sendiri. Bapak-bapaknya pun kalau punya wang 1 milyar, tidak jauh-jauh dari situ juga; infak buat partai, menyenangkan keluarga, dan hal-hal peribadi untuk dakwah pribadinya juga. Semuanya di jalur kebaikan. Bila ada kenikmatan, tidak mungkin dia pergi judi. Tidak mungkin juga dia pergi ke tempat pelacuran, paling-paling jauh dia cari jalur halal (menikah seorang lagi). Tapi coba sebaliknya, kalau uang itu beredar ditangan orang jahat?, larinya juga pada kejahatan.
Salah seorang saudara saya cerita, waktu itu ada seorang kaya sangat kaya di daerah Indonesia. Orangnya masih hidup sekarang. Dia punya private jet. Terlalu kayanya dia, dia suka main judi di London. Pesawat private jet itu jenis Boeing. Jadi kalau pergi dia membawa rombongan, biasanya dia parking disana 1 minggu atau 2 minggu. Itu kalau parking, kan perlu dibayar. Selama dia main judi, dia berikan teman-temannya yang ingin pakai private jetnya, seperti layaknya meminjamkan kereta. Sekali main, biasanya bisa rugi sampai 5 juta dollar, meskipun kadang-kadang untung 8 juta dollar. Pada suatu hari, waktu main judi di London, dia sudah beberapa hari ingin makan Nasi Padang. Dia beritahu kepada pilotnya untuk terbang ke Singapore beli Nasi Padang terus balik lagi ke London. Begitulah cara mereka menggunakan uang.
Tetapi kalaupun orang kaya itu muslim, dia tidak berjudi, tetapi dia juga tidak punya visi dakwah, dan tidak hidup untuk satu misi besar dalam hidupnya, dia pasti akan menggunakan uangnya untuk kesenangan pribadi, seperti perhiasan dan seterusnya.
Saya punya kawan, kalau dia pakai seluruh perhiasannya kira- kira sekitar 2 juta dollar di badannya, cincinnya 1 juta dollar, keretanya ½ juta dollar, jam tangannya biasa sampai 2 milyar. Adalagi temannya kira-kira punya 200 buah jam tangan. Sebuah jam tangan itu harganya kira-kira 2 milyar. Lebih buruk lagi, kadang-kadang orang kaya yang tidak baik (jahat), menggunakan uangnya untuk memerangi kebaikan. Itulah yang terjadi ketika orang-orang Yahudi mengawal urusan keuangan dunia. Maka dari itu menjadi kaya itu bagi kita adalah satu keharusan, untuk mengembalikan keseimbangan sosial, kehidupan di tengah-tengah kita.
Ketiga, terlalu banyak perintah syariah yang hanya boleh dilaksanakan dengan wang. Antum lihat 5 rukun Islam, syahadah tidak pakai uang, shalat tak pakai uang, puasa tak pakai uang tapi zakat dan haji pakai uang. Kalau 200 ribu orang umat Islam Indonesia tiap tahun pergi haji. Rata-rata mengeluarkan 5000 dollar, cuba antum darabkan berapa banyak uang yang beredar untuk melaksanakan satu ibadah. Belum lagi Jihad. Jadi kita tidak boleh berjihad kecuali dengan uang. Misalnya kita di Indonesia sekarang mau pergi ke Palestin untuk pergi berperang, tenaga kita tidak diperlukan karena tenaga sudah cukup dengan yang ada yang disana. Rasul mengatakan “Siapa yang menyiapkan seorang bertempur maka dia juga dapat pahala perang”. Jadi banyak sekali perintah-perintah Islam yang memerlukan uang. Waktu Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, diantara hadits-hadits pertama yang beliau sampaikan pada waktu itu adalah Afsussalam wa ath’imu tho’am. Jadi memberi itu tradisi Nabawiyah. Sering-seringlah memberi kerana itu perintah Nabi, dan ini turunnya di Madinah pada saat menjelang mihwar daulah. Kira- kira di jaman kita inilah, di mihwar dakwah sekarang. Washilul arham dan sambung shilaturrahim. Antum akan melihat nanti di akhir penjelasan saya nanti bahawa ciri-ciri orang maju itu salah satunya adalah kalau berbelanja selalunya dalam 3 hal lebih besar daripada belanja keperluan lauk-pauknya, salah satunya belanja komunikasi. Jadi kalau biaya kredit telepon itu tinggi ianya indikator yang baik. Itu artinya silaturrahim kita berjalan. Jangan missed call, suruh orang telepon balik.
Keempat, Karena harta itu adalah hal-hal yang dibanggakan oleh manusia sehingga menentukan tahap sosial. Antum akan lebih berwibawa dan didengar orang kalau punya wang. Apabila tidak punya uang, biasanya kata-kata kita jarang didengari oleh orang. Misalnya dalam keluarga. Antum bersaudara ada 7 orang. Kalau sumbangan keuangan antum dalam keluarga itu tidak banyak dan bila antum satu-satunya da’i dalam keluarga, dakwah antum juga kurang didengar oleh keluarga. Kerana disamping ingin mendengarkan nasehat yang baik orang juga ingin mendapatkan wang yang banyak. Hadiah-hadiah pada hari lebaran, infaq-infaq dan seterusnya dan itu biasanya melancarkan dakwah kita.
Saya hadir pada suatu waktu di sidang Ikatan anggota Parlemen Negara-Negara OKI. Setiap kali ada waktu bertanya yang paling pertama diberi kesempatan bertanya itu utusan dari Arab Saudi, sedangkan utusan dari Negara miskin seperti Marocco atau Tunisia biasanya tidak dapat giliran, jika tidak angkat tangan untuk bertanya. Masalah harta ternyata juga berpengaruh pada hal-hal seperti itu.
Pada tahun 1994 saya ke Jerman. Dua tahun baru selesai kuliah, disana saya bertemu dengan salah seorang ikhwah pengusaha yang punya beberapa supermarket disana. Dia datang menemui saya memakai Mercedes. Saya protes kepada dia dengan semangat dakwah dan jihad, antum itu sanggup pakai Mercedes, saudara-saudara antum di Palestin di sana masih berjuang, antum hidup di Jerman ini pakai Mercedes bagaimana ceritanya. Dia beritahu kepada saya…nanti akan dijelaskan, antum ikut saya saja dulu. Saya diajak keliling supermarketnya dulu. Orang itu memang kaya. Sudah keliling dia beritahu, di Jerman ini kalau ingin ketemu seorang Direktur), setelah diparkir kereta nanti Direktur itu menyuruh setiausahanya tengok dia itu pakai kereta apa. Jika tidak pakai Mercedes nanti pegwai usahanya beritahu Direktur tidak ada. Kalau pakai Mercedes akan disambut baik-baik oleh mereka. Mercedes ini wajib disini. Itu hal-hal yang dibangga-banggakan oleh manusia. Dan itu berkali-kali disebutkan dalam Al-Qur’an. Oleh kerana itu sebagai Muslim saya ingin didengarkan orang, apalagi kita sebagai da’i kita perlu punya wibawa di depan orang. Sebagian dari wibawa itu juga dibentuk oleh kondisi keuangan kita. Ulama-ulama kita juga meriwayatkan bahwa ternyata diantara hal-hal yang disenangi oleh wanita kepada laki-laki salah satunya adalah uangnya. Perempuan itu katanya menyenangi pada laki-laki kalau dia lebih pintar daripada si perempuan, kalau dia lebih kaya daripada perempuan, lebih kuat daripada perempuan. Dan kepemimpinan itukan diberikan kepada laki-laki salah satu sebabnya karena kewajiban memberikan nafkah itu. Kalau kita ingin berwibawa di depan isteri tolong kewajibannya ditunaikan dengan sempurna. Itu akan menaikkan wibawa kita di depan isteri. Seorang Isteri itu tidak hanya memerlukan seorang suami yang romantis tapi juga seorang suami yang romantis dan realistis.
Ada seorang akhwat berkata kepada saya, saya sebenarnya tidak materialistik tetapi masalahnya secara realistik karena kita tidak bisa hidup tanpa materi. Dan kalau materi kita sedikit maka hidup kita juga tidak akan senang. Sedikit banyak itu juga penting.
Kelima, harta itu salah satu sebab yang dapat membuat orang itu bisa bahagia di dunia. Jangan lagi pernah bicara “biar miskin asal bahagia”. Sekarang perlu kita balik, “biar kaya asal bahagia”. Saya ingat guru saya waktu SD selalu mencari kamuflase, bahwa walaupun kita miskin tetap bisa bahagia. Memang bisa, tapi susah. Adalagi yang bicara “uang tidak bisa membeli cinta”. Memang tidak bisa, tapi kalau kita jatuh cinta dan punya uang itu lebih enak.
Rasulullah SAW realistik sekali ketika dia mengatakan bahwa diantara yang membuat orang itu bahagia adalah : Pertama, isteri yang solehah, kedua, rumah yang luas, dalam hadits lain disebutkan bilik-bilik yang banyak. Menurut Syeikh Qardhawi yang disebut kamar-kamar itu minimal enam bilik. Satu buah bilik untuk suami isteri, sebuah bilik untuk anak laki-laki, sebuah bilik untuk anak perempuan, sebuah untuk pembantu, dua buah bilik lainnya untuk sanak-saudara suami dan isteri yang datang menginap di rumah. Itu 6 bilik tidak termasuk dapur, ruang makan, ruang keluarga, ruang tamu, perpustakaan keluarga dan musholla. Kelanjutan dari hadits itu, dan kenderaan yang baik.
Antum perhatikan Rasulullah mengatakan rumah dan kendaraan. Rumah itu adalah indikator stability dan kenderaan itu adalah indikator mobility. Rasulullah mengatakan kenderaan yang baik, bukan sekadar kendaraan. Naik beca itu kenderaan tapi belum tentu nyaman, tapi kalau ada kereta sedan yang empuk sehingga kita bisa lebih nyaman, itu lebih bagus. Pulang mengisi Liqa ’(usrah), kalau kenderaannya nyamankan sedikit mengurangi kelelahan.
Jika suaminya pengurus DPW (Dewan Pengurusan Wilayah), isterinya pengurus DPW, maka masing-masing perlu kenderaan juga. Kalau anaknya 7 siapa yang antar anaknya sekolah, jadi minimal perlu 3 kendaraan. Waktu saya tidak punya mobil, saya punya motor. Anak saya sekolah di al-Hikmah, jadi kalau pulang dihantar sama saudara saya, anak saya diikat, takut kalau tidur sewaktu-waktu boleh jatuh dari motor. Saya katakan saya berdosa kalau anak saya sampai meninggal, akhirnya saya menelepon teman saya, “tolong sediakan mobil untuk saya”. Itulah pertama kali saya punya mobil. Dosa kita, kasihan anak itu jatuh dari motor. Setengah mati kita jaga, kita lahirkan dengan baik, tapi mati karena kecelakaan.
Kalau suaminya pengurus DPW dan isterinya aktif di salimah atau di Pos Wanita Keadilan, kan perlu kendaraan juga. Masa suaminya pergi pakai kendaraan, sedangkan isterinya pergi kemana-mana sambil gendong anak. Dia sudah hamil 9 bulan, merawat anak, malam tidak tidur. Kita zalim juga terhadap isteri kalau kita tidak memberikan hal-hal yang membuat dia senang dalam kehidupan. Untungnya waktu kita menikah dulu banyak akhwat kita yang tidak tahu hadits ini. Padahal dalam banyak pendapat di berbagai madzhab misalnya di madzhab Imam Syafi’i, apalagi Imam Malik, kewajiban wanita itu yang sebenarnya hanya melayani suami dan mendidik anak, sedangkan pekerjaan rumah tangga, mencuci dan seterusnya itu tidak termasuk dalam kewajiban wanita.
Qiyadah-qiyadah akhwat mengikuti daurah tingkat nasional kelmarin di Jakarta. Cuba bayangkan akhwat-akhwat kita sebahagian besar Sarjana (Masters). Waktu kuliah dia direkrutkan salah satu alasannya kerana dia anshirut taqyir dan otaknya brilian. Banyak akhwat kita indeks prestasinya 4.1 tetapi setelah 10 tahun menikah, dia sudah tidak sama setahap lagi dengan suaminya kalau bicara, karena dia mengalami stagnasi intelektual. Tiba-tiba dia mengerjakan semua pekerjaan pembantu rumah tangga, dia melahirkan juga, melayani suami juga, memasak juga, mencuci juga, dan kadang-kadang kita terbawa oleh romantika perjuangan, rasanya jadi hero apabila melihat isteri mencuci, suami pulang dakwah dalam keadaan lelah, isteri dirumah mencuci, menyental lantai. Sepuluh tahun kemudian kita dielus-elus oleh isteri, kita fikir sedang dipijit, padahal hanya dielus-elus karena tangannya dipakai untuk mencuci, jadi tangannya sudah bukan tangan ratu (kasar).
Sementara suami pegang ballpen, pegang kertas karena sibuk mengisi halaqah, sedangkan pekerjaan yang kasar-kasar dikerjakan oleh isteri. Sudah saatnya pekerjaan-pekerjaan begitu kita delegasikan kepada mesin. Jangan buang waktu di dapur, di tempat mencuci. Gunakan mesin. Kita ini orang- orang pilihan dari umat kita. Berapa banyak orang yang sarjana di negeri ini, sedikit. Makanya kalau Capres (Calon Presiden) syaratnya S-1 (degree) calonnya juga nanti sedikit.
Saya tidak setuju kalau Capres itu syaratnya S1, tamat SD pun bolehlah. Sebagian besar orang ikut. Jadi yang bisa merasakan pendidikan tinggi itu barang elit di negeri ini. Jadi kalau akhwat kita yang sarjana itu setelah menikah disuruh jadi pembantu rumah tangga atas nama kesetiaan, ketaatan, cinta dan sejenisnya maka kita telah berbuat zalim terhadap SDM (Sumber Daya Manusia/Human Capital) kita sendiri. Mungkin akhwat kita itu sabar-sabar, dia menerima keadaan. Tetapi walaupun dia menerima keadaan, kita kehilangan potensi, kita kehilangan umur-umur terbaik. Sebenarnya kalau dipacu untuk dakwah, untuk kepentingan lebih besar, lebih strategis, faedah yang didapat pun akan jauh lebih besar. Waktu kita ini tidak akan cukup mengerjakan hal- hal tersebut, maka belilah waktu orang lain. Hitung-hitung kalau beli tenaga pembantu rumah kita buka lapangan kerja, kita bukan hanya mendelegasikan pekerjaan kita juga buka pekerjaan bagi orang lain.
Kira-kira itulah 5 alasan mengapa kita perlu kaya. Memang, walaupun kita miskin kita masih bisa bahagia, tapi itu jauh lebih susah. Bahkan terkadang kekayaan itu lebih mendekatkan orang kepada Allah SWT dibanding kemiskinan. Makanya Rasul mengatakan tentang minum susu, makan madu habbatussauda’. Coba kalau antum, misalnya, tidur diatas kasur yang empuk dalam ruangan ber-AC, tidur 2 jam itu bisa sangat nyenyak. Apalagi minum susu hangat sebelum tidur. Bangun pagi minum madu campur habbatussauda’. Saya kira kita perlu memperbaiki dan melihat kembali pemahaman keagamaan seperti ini secara benar. Sehingga kita jangan menganggap kemewahan itu justeru melelahkan orang tapi membuatnya senang. Inilah 5 alasan mengapa kita harus kaya.
a) Mengapa Islam menyuruh kita kaya.
b) Mencari penjelasan tentang mengapa kita miskin.
c) Bagaimana kita mulai merekonstruksi kehidupan kewangan kita.
Mengapa Islam menyuruh kita kaya.
Ibnu Abid Duni menjelaskan beberapa alasan tentang mengapa kita semua diperintahkan menjadi kaya dalam Islam itu.
Alasan pertama, kerana harta itu tulang belakang kehidupan. Makanya orang kalau punya harta belakangnya nampak lurus. Antum lihat orang-orang Amerika kalau datang ke sini tegap-tegap semua kan, karena punya duit. Pejabat-pejabat kewangan kita kumpul di CGI tunduk-tunduk semua, karena mau pinjam duit. Allah mengatakan “Janganlah kamu berikan harta-harta kamu kepada orang-orang bodoh (orang-orang yang tidak sehat akalnya) yaitu harta harta yang telah Allah jadikan kamu sebagai yang membuat punggung tegap”. Jadi hidup kita tidak normal begitu kita tidak punya uang. Kita pasti punya banyak masalah begitu kita tidak punya wang.
Alasan kedua, peredaran uang itu adalah indikator kesholehan atau keburukan masyarakat. Apabila uang itu beredar lebih banyak ditangan orang-orang jahat maka itu indikasi bahwa masyarakat itu rusak. Apabila uang itu beredar di tangan orang-orang sholeh maka itu indikasi bahawa masyarakat itu sehat. Masyarakat Indonesia ini rusak salah satu indikasinya karena kerana orang-orang sholehnya sebagian besar adalah para fuqara wa masakin. Ahlul Masjid di negeri ini terdiri atas fuqara wa masakin. Bahkan sebahagian besar orang mungkin mengunjungi masjid bukan karena benar-benar ingin ke Masjid, melainkan kerana tidak punya tempat untuk dituju. Antum lihat orang-orang tua yang datang ke masjid biasanya orang yang kalah dalam pertarungan sosial. Kalau dia tentara, biasa setelah tugas baru dia ke masjid. Kalau dia peniaga biasanya setelah dia bangkrut baru dia ke masjid. Rasulullah SAW mengatakan “Sebaik-baik uang itu adalah uang yang beredar diantara orang-orang sholeh” Jadi apabila kita yang ada di sini tidak mengendalikan wang yang ada di Riau, itu adalah tanda- tanda yang tidak bagus. Kenapa? kerana kalau uang itu berada ditangan orang-orang soleh maka uang itu akan mengalir di saluran-saluran yang baik.
Kalau ibu-ibu disini dibagikan 1 Milyar kira-kira uang itu akan digunakan untuk apa? Buat daftar belanja bulanan. Antum boleh lihat semuanya itu belanja kebaikan.
Pertama, pasti akan dipakai untuk potongan partai. Coba lihat anggota DPR, begitu jadi anggota dewan yang pertama potongan buat partai. Waktu itu ada teman dari Golkar dan PPP, “Itu dana (duit) perbelanjaan DPR dibuat apa?” Kita jawab itu tidak melalui kita, melainkan langsung ke Dapil (Daerah Pemilihan). Wang yang masuk ke tangan orang soleh pasti mengalirnya di kebaikan juga. “Kalau gajinya berapa dipotong? Kalau di Golkar cuma 2.5 juta sebulan dipotong”. Kalau di PKS itu biasa 50% sampai 60 % dipotong. Jadi antum lihat daftar belanjanya orang sholeh.
Kedua, untuk rehlah, kemungkinan itu pergi umrah atau menghantar untuk naik haji ahli keluarga atau naik haji sendiri. Bapak-bapaknya pun kalau punya wang 1 milyar, tidak jauh-jauh dari situ juga; infak buat partai, menyenangkan keluarga, dan hal-hal peribadi untuk dakwah pribadinya juga. Semuanya di jalur kebaikan. Bila ada kenikmatan, tidak mungkin dia pergi judi. Tidak mungkin juga dia pergi ke tempat pelacuran, paling-paling jauh dia cari jalur halal (menikah seorang lagi). Tapi coba sebaliknya, kalau uang itu beredar ditangan orang jahat?, larinya juga pada kejahatan.
Salah seorang saudara saya cerita, waktu itu ada seorang kaya sangat kaya di daerah Indonesia. Orangnya masih hidup sekarang. Dia punya private jet. Terlalu kayanya dia, dia suka main judi di London. Pesawat private jet itu jenis Boeing. Jadi kalau pergi dia membawa rombongan, biasanya dia parking disana 1 minggu atau 2 minggu. Itu kalau parking, kan perlu dibayar. Selama dia main judi, dia berikan teman-temannya yang ingin pakai private jetnya, seperti layaknya meminjamkan kereta. Sekali main, biasanya bisa rugi sampai 5 juta dollar, meskipun kadang-kadang untung 8 juta dollar. Pada suatu hari, waktu main judi di London, dia sudah beberapa hari ingin makan Nasi Padang. Dia beritahu kepada pilotnya untuk terbang ke Singapore beli Nasi Padang terus balik lagi ke London. Begitulah cara mereka menggunakan uang.
Tetapi kalaupun orang kaya itu muslim, dia tidak berjudi, tetapi dia juga tidak punya visi dakwah, dan tidak hidup untuk satu misi besar dalam hidupnya, dia pasti akan menggunakan uangnya untuk kesenangan pribadi, seperti perhiasan dan seterusnya.
Saya punya kawan, kalau dia pakai seluruh perhiasannya kira- kira sekitar 2 juta dollar di badannya, cincinnya 1 juta dollar, keretanya ½ juta dollar, jam tangannya biasa sampai 2 milyar. Adalagi temannya kira-kira punya 200 buah jam tangan. Sebuah jam tangan itu harganya kira-kira 2 milyar. Lebih buruk lagi, kadang-kadang orang kaya yang tidak baik (jahat), menggunakan uangnya untuk memerangi kebaikan. Itulah yang terjadi ketika orang-orang Yahudi mengawal urusan keuangan dunia. Maka dari itu menjadi kaya itu bagi kita adalah satu keharusan, untuk mengembalikan keseimbangan sosial, kehidupan di tengah-tengah kita.
Ketiga, terlalu banyak perintah syariah yang hanya boleh dilaksanakan dengan wang. Antum lihat 5 rukun Islam, syahadah tidak pakai uang, shalat tak pakai uang, puasa tak pakai uang tapi zakat dan haji pakai uang. Kalau 200 ribu orang umat Islam Indonesia tiap tahun pergi haji. Rata-rata mengeluarkan 5000 dollar, cuba antum darabkan berapa banyak uang yang beredar untuk melaksanakan satu ibadah. Belum lagi Jihad. Jadi kita tidak boleh berjihad kecuali dengan uang. Misalnya kita di Indonesia sekarang mau pergi ke Palestin untuk pergi berperang, tenaga kita tidak diperlukan karena tenaga sudah cukup dengan yang ada yang disana. Rasul mengatakan “Siapa yang menyiapkan seorang bertempur maka dia juga dapat pahala perang”. Jadi banyak sekali perintah-perintah Islam yang memerlukan uang. Waktu Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, diantara hadits-hadits pertama yang beliau sampaikan pada waktu itu adalah Afsussalam wa ath’imu tho’am. Jadi memberi itu tradisi Nabawiyah. Sering-seringlah memberi kerana itu perintah Nabi, dan ini turunnya di Madinah pada saat menjelang mihwar daulah. Kira- kira di jaman kita inilah, di mihwar dakwah sekarang. Washilul arham dan sambung shilaturrahim. Antum akan melihat nanti di akhir penjelasan saya nanti bahawa ciri-ciri orang maju itu salah satunya adalah kalau berbelanja selalunya dalam 3 hal lebih besar daripada belanja keperluan lauk-pauknya, salah satunya belanja komunikasi. Jadi kalau biaya kredit telepon itu tinggi ianya indikator yang baik. Itu artinya silaturrahim kita berjalan. Jangan missed call, suruh orang telepon balik.
Keempat, Karena harta itu adalah hal-hal yang dibanggakan oleh manusia sehingga menentukan tahap sosial. Antum akan lebih berwibawa dan didengar orang kalau punya wang. Apabila tidak punya uang, biasanya kata-kata kita jarang didengari oleh orang. Misalnya dalam keluarga. Antum bersaudara ada 7 orang. Kalau sumbangan keuangan antum dalam keluarga itu tidak banyak dan bila antum satu-satunya da’i dalam keluarga, dakwah antum juga kurang didengar oleh keluarga. Kerana disamping ingin mendengarkan nasehat yang baik orang juga ingin mendapatkan wang yang banyak. Hadiah-hadiah pada hari lebaran, infaq-infaq dan seterusnya dan itu biasanya melancarkan dakwah kita.
Saya hadir pada suatu waktu di sidang Ikatan anggota Parlemen Negara-Negara OKI. Setiap kali ada waktu bertanya yang paling pertama diberi kesempatan bertanya itu utusan dari Arab Saudi, sedangkan utusan dari Negara miskin seperti Marocco atau Tunisia biasanya tidak dapat giliran, jika tidak angkat tangan untuk bertanya. Masalah harta ternyata juga berpengaruh pada hal-hal seperti itu.
Pada tahun 1994 saya ke Jerman. Dua tahun baru selesai kuliah, disana saya bertemu dengan salah seorang ikhwah pengusaha yang punya beberapa supermarket disana. Dia datang menemui saya memakai Mercedes. Saya protes kepada dia dengan semangat dakwah dan jihad, antum itu sanggup pakai Mercedes, saudara-saudara antum di Palestin di sana masih berjuang, antum hidup di Jerman ini pakai Mercedes bagaimana ceritanya. Dia beritahu kepada saya…nanti akan dijelaskan, antum ikut saya saja dulu. Saya diajak keliling supermarketnya dulu. Orang itu memang kaya. Sudah keliling dia beritahu, di Jerman ini kalau ingin ketemu seorang Direktur), setelah diparkir kereta nanti Direktur itu menyuruh setiausahanya tengok dia itu pakai kereta apa. Jika tidak pakai Mercedes nanti pegwai usahanya beritahu Direktur tidak ada. Kalau pakai Mercedes akan disambut baik-baik oleh mereka. Mercedes ini wajib disini. Itu hal-hal yang dibangga-banggakan oleh manusia. Dan itu berkali-kali disebutkan dalam Al-Qur’an. Oleh kerana itu sebagai Muslim saya ingin didengarkan orang, apalagi kita sebagai da’i kita perlu punya wibawa di depan orang. Sebagian dari wibawa itu juga dibentuk oleh kondisi keuangan kita. Ulama-ulama kita juga meriwayatkan bahwa ternyata diantara hal-hal yang disenangi oleh wanita kepada laki-laki salah satunya adalah uangnya. Perempuan itu katanya menyenangi pada laki-laki kalau dia lebih pintar daripada si perempuan, kalau dia lebih kaya daripada perempuan, lebih kuat daripada perempuan. Dan kepemimpinan itukan diberikan kepada laki-laki salah satu sebabnya karena kewajiban memberikan nafkah itu. Kalau kita ingin berwibawa di depan isteri tolong kewajibannya ditunaikan dengan sempurna. Itu akan menaikkan wibawa kita di depan isteri. Seorang Isteri itu tidak hanya memerlukan seorang suami yang romantis tapi juga seorang suami yang romantis dan realistis.
Ada seorang akhwat berkata kepada saya, saya sebenarnya tidak materialistik tetapi masalahnya secara realistik karena kita tidak bisa hidup tanpa materi. Dan kalau materi kita sedikit maka hidup kita juga tidak akan senang. Sedikit banyak itu juga penting.
Kelima, harta itu salah satu sebab yang dapat membuat orang itu bisa bahagia di dunia. Jangan lagi pernah bicara “biar miskin asal bahagia”. Sekarang perlu kita balik, “biar kaya asal bahagia”. Saya ingat guru saya waktu SD selalu mencari kamuflase, bahwa walaupun kita miskin tetap bisa bahagia. Memang bisa, tapi susah. Adalagi yang bicara “uang tidak bisa membeli cinta”. Memang tidak bisa, tapi kalau kita jatuh cinta dan punya uang itu lebih enak.
Rasulullah SAW realistik sekali ketika dia mengatakan bahwa diantara yang membuat orang itu bahagia adalah : Pertama, isteri yang solehah, kedua, rumah yang luas, dalam hadits lain disebutkan bilik-bilik yang banyak. Menurut Syeikh Qardhawi yang disebut kamar-kamar itu minimal enam bilik. Satu buah bilik untuk suami isteri, sebuah bilik untuk anak laki-laki, sebuah bilik untuk anak perempuan, sebuah untuk pembantu, dua buah bilik lainnya untuk sanak-saudara suami dan isteri yang datang menginap di rumah. Itu 6 bilik tidak termasuk dapur, ruang makan, ruang keluarga, ruang tamu, perpustakaan keluarga dan musholla. Kelanjutan dari hadits itu, dan kenderaan yang baik.
Antum perhatikan Rasulullah mengatakan rumah dan kendaraan. Rumah itu adalah indikator stability dan kenderaan itu adalah indikator mobility. Rasulullah mengatakan kenderaan yang baik, bukan sekadar kendaraan. Naik beca itu kenderaan tapi belum tentu nyaman, tapi kalau ada kereta sedan yang empuk sehingga kita bisa lebih nyaman, itu lebih bagus. Pulang mengisi Liqa ’(usrah), kalau kenderaannya nyamankan sedikit mengurangi kelelahan.
Jika suaminya pengurus DPW (Dewan Pengurusan Wilayah), isterinya pengurus DPW, maka masing-masing perlu kenderaan juga. Kalau anaknya 7 siapa yang antar anaknya sekolah, jadi minimal perlu 3 kendaraan. Waktu saya tidak punya mobil, saya punya motor. Anak saya sekolah di al-Hikmah, jadi kalau pulang dihantar sama saudara saya, anak saya diikat, takut kalau tidur sewaktu-waktu boleh jatuh dari motor. Saya katakan saya berdosa kalau anak saya sampai meninggal, akhirnya saya menelepon teman saya, “tolong sediakan mobil untuk saya”. Itulah pertama kali saya punya mobil. Dosa kita, kasihan anak itu jatuh dari motor. Setengah mati kita jaga, kita lahirkan dengan baik, tapi mati karena kecelakaan.
Kalau suaminya pengurus DPW dan isterinya aktif di salimah atau di Pos Wanita Keadilan, kan perlu kendaraan juga. Masa suaminya pergi pakai kendaraan, sedangkan isterinya pergi kemana-mana sambil gendong anak. Dia sudah hamil 9 bulan, merawat anak, malam tidak tidur. Kita zalim juga terhadap isteri kalau kita tidak memberikan hal-hal yang membuat dia senang dalam kehidupan. Untungnya waktu kita menikah dulu banyak akhwat kita yang tidak tahu hadits ini. Padahal dalam banyak pendapat di berbagai madzhab misalnya di madzhab Imam Syafi’i, apalagi Imam Malik, kewajiban wanita itu yang sebenarnya hanya melayani suami dan mendidik anak, sedangkan pekerjaan rumah tangga, mencuci dan seterusnya itu tidak termasuk dalam kewajiban wanita.
Qiyadah-qiyadah akhwat mengikuti daurah tingkat nasional kelmarin di Jakarta. Cuba bayangkan akhwat-akhwat kita sebahagian besar Sarjana (Masters). Waktu kuliah dia direkrutkan salah satu alasannya kerana dia anshirut taqyir dan otaknya brilian. Banyak akhwat kita indeks prestasinya 4.1 tetapi setelah 10 tahun menikah, dia sudah tidak sama setahap lagi dengan suaminya kalau bicara, karena dia mengalami stagnasi intelektual. Tiba-tiba dia mengerjakan semua pekerjaan pembantu rumah tangga, dia melahirkan juga, melayani suami juga, memasak juga, mencuci juga, dan kadang-kadang kita terbawa oleh romantika perjuangan, rasanya jadi hero apabila melihat isteri mencuci, suami pulang dakwah dalam keadaan lelah, isteri dirumah mencuci, menyental lantai. Sepuluh tahun kemudian kita dielus-elus oleh isteri, kita fikir sedang dipijit, padahal hanya dielus-elus karena tangannya dipakai untuk mencuci, jadi tangannya sudah bukan tangan ratu (kasar).
Sementara suami pegang ballpen, pegang kertas karena sibuk mengisi halaqah, sedangkan pekerjaan yang kasar-kasar dikerjakan oleh isteri. Sudah saatnya pekerjaan-pekerjaan begitu kita delegasikan kepada mesin. Jangan buang waktu di dapur, di tempat mencuci. Gunakan mesin. Kita ini orang- orang pilihan dari umat kita. Berapa banyak orang yang sarjana di negeri ini, sedikit. Makanya kalau Capres (Calon Presiden) syaratnya S-1 (degree) calonnya juga nanti sedikit.
Saya tidak setuju kalau Capres itu syaratnya S1, tamat SD pun bolehlah. Sebagian besar orang ikut. Jadi yang bisa merasakan pendidikan tinggi itu barang elit di negeri ini. Jadi kalau akhwat kita yang sarjana itu setelah menikah disuruh jadi pembantu rumah tangga atas nama kesetiaan, ketaatan, cinta dan sejenisnya maka kita telah berbuat zalim terhadap SDM (Sumber Daya Manusia/Human Capital) kita sendiri. Mungkin akhwat kita itu sabar-sabar, dia menerima keadaan. Tetapi walaupun dia menerima keadaan, kita kehilangan potensi, kita kehilangan umur-umur terbaik. Sebenarnya kalau dipacu untuk dakwah, untuk kepentingan lebih besar, lebih strategis, faedah yang didapat pun akan jauh lebih besar. Waktu kita ini tidak akan cukup mengerjakan hal- hal tersebut, maka belilah waktu orang lain. Hitung-hitung kalau beli tenaga pembantu rumah kita buka lapangan kerja, kita bukan hanya mendelegasikan pekerjaan kita juga buka pekerjaan bagi orang lain.
Kira-kira itulah 5 alasan mengapa kita perlu kaya. Memang, walaupun kita miskin kita masih bisa bahagia, tapi itu jauh lebih susah. Bahkan terkadang kekayaan itu lebih mendekatkan orang kepada Allah SWT dibanding kemiskinan. Makanya Rasul mengatakan tentang minum susu, makan madu habbatussauda’. Coba kalau antum, misalnya, tidur diatas kasur yang empuk dalam ruangan ber-AC, tidur 2 jam itu bisa sangat nyenyak. Apalagi minum susu hangat sebelum tidur. Bangun pagi minum madu campur habbatussauda’. Saya kira kita perlu memperbaiki dan melihat kembali pemahaman keagamaan seperti ini secara benar. Sehingga kita jangan menganggap kemewahan itu justeru melelahkan orang tapi membuatnya senang. Inilah 5 alasan mengapa kita harus kaya.
Ikhwah sekalian
Jadi kita perbaiki instint kita.
Pertama kali kita perbaiki tsaqafah kita. Jadi hadirkan buku-buku itu ke dalam rumah dan mulai dari sekarang anak-anak kita juga mulai di ajari tentang wang. Ikutilah kursus-kursus tentang entrepreneurship supaya kita dapat memperbaiki dulu citra kita tentang uang.
Kedua, menyiapkan diri untuk menjadi kaya. Orang-orang kaya yang bijak itu mempunyai nasehat yang bagus, mereka mengatakan “sebelum anda menjadi kaya latihanlah terlebih dahulu menjadi kaya”. Hiduplah dengan hidup gaya orang kaya. Orang kaya itu optimis. Bagi orang kaya biasanya tidak ada yang susah. Bagi mereka semuanya mungkin, karena itu mereka selalu optimis. Jadi yang harus dihilangkan dari kita adalah pesimis. Saya punya seorang teman sekarang jadi kaya, dia datang ke Jakarta hanya sebagai pelatih karate dan tidak ada duitnya, tapi supaya tidak ketahuan oleh isterinya bahwa dia tidak punya pekerjaan, setiap habis sholat subuh dia pergi lari untuk olah raga, setelah itu dia memakai pakaian rapi lalu keluar rumah. Dia juga tidak tahu mau kemana yang penting keluar rumah. Isterinya tidak tahu kalau dia tidak punya pekerjaan. Nanti di jalan baru ditentukan siapa yang dia temui hari ini.
Langkah pertama perbaiki dahulu peredaran darah kita, olahraga dulu, supaya wajah segar, makan yang banyak. Banyaklah makan yang enak, daging. Sering-seringlah makan yang enak. Menurut Utsman bin Affan makanan paling enak itu adalah kambing muda. Setiap hari mereka makan kambing muda. Makan yang enak, olah raga yang bagus supaya wajah kita berseri.
Syeikh Muhammad Al-Ghozali dalam kitab Jaddid Hayataka mengatakan kenapa orang-orang Barat itu pipinya merah, karena peredaran darahnya bagus, gizinya bagus. Sedangkan kita orang-orang Timur kalau ketemu itu auranya pesimis, tidak ada harapan. Biasakanlah kalau orang ketemu kita ada harapan yang terlihat, makanya kalau pilih warna baju pilihlah yang cerah-cerah. Ibnu Taimiyah mengatakan ada hubungan antara madzhab dan batin kita, pakaian apa yang kita pakai itu mempengaruhi kondisi kejiwaan kita. Jangan pakai pakaian orang tua. Ada anak umur 25 tahun pakaiannya pakaian orang tua, bagaimana nanti kalau umurnya 50 tahun pakaiannya seperti apa.
Tampillah sebagai anak muda. Gunting rambut yang bagus, cukur kumis yang rapi janggut dirapikan. Rapi, supaya kita kelihatan ada optimisme. Belajarlah sedikit latihan menatap supaya sorotan mata kita kuat, perlu sedikit latihan menatap. Misalnya di pagi hari atau petang hari menjelang matahari terbenam, antum tatap matahari dan tidak berkedip matanya. Kalau bisa antum bertahan 1 menit itu bagus. Latih saja sendiri. Di dalam kamar ambil lilin, matikan lampu, antum tatap lilin dan matanya tidak berkedip dan tidak berair. Nanti kalau sudah terbiasa pandangan matanya kuat. Jadi kalau riadahnya teratur, peredaran udara bagus, fikiran jadi segar, tsaqafah kita bertambah mulai memakai pakaian yang cerah-cerah. Makanya Rasulullah itu senangnya memakai baju putih. Jangan pakai yang gelap-gelap atau warna yang tidak menunjukkan semangat hidup. Jangan juga berpenampilan seperti orang tua.
Sekadar untuk menunjukkan kita ini kelompok orang-orang sholeh kita pakai baju taqwa, itu pakaian orang Cina. Pakailah baju yang segar agar dapat menunjukkan bahawa kita ada semangat. Walaupun anda sudah berumur pun tetap pakai pakaian yang muda, jangan berpenampilan tua. Artinya kita harus merendahkan diri, sebab uban tanpa diundang dia akan datang. Jadi tidak perlu menua-nuakan diri dengan sekadar tampil kelihatan dewasa, tua, bijak. Tampillah sebagai anak muda yang cerdas dan optimis.
Ketiga, bergaullah dengan orang-orang kaya, perbanyakkan teman-teman antum dari kalangan tersebut. Ini tidak bertentangan dengan hadits yang mengatakan bahawa bab rezeki lihatlah kepada yang dibawah dan jangan lihat yang ada di atas. Antum tidak sedang tamak ke hartanya, tetapi antum sedang belajar kepada mereka.
Dahulu saya suka ceramah di kalangan orang-orang kaya. Waktu saya ceramah di rumahnya Abu..... yang saat itu sedang berduit-duitnya, saya duduk atas 1 karpet, ketika krisis ekonomi pada waktu itu, sekretarisnya memberitahu pada waktu itu, tahu tidak berapa harga karpet ini? Saya mengatakan saya tidak tahu, saya fikir sejadah biasa. Dia bicara karpet itu harganya 100 ribu Dollar. Karpet kecil harganya 1.6 milyar. Waktu saya selesai ceramah dikasih Amlop, Amlopnya nipis. Saya memberitahu pegawainya cuma ingin berkawan dengan dia. Dia belajar agama sama saya, saya belajar dunia sama dia. Kalau saya terima ini, nanti saya dianggap ustadz dan dia tidak dengar kata-kata saya. Saya mau bersahabat dengan dia. Jangan kasih saya Amlop lain kali.
Supaya kita bergaul. Setiap kali saya datang ke kelompok yang pengusaha kaya itu saya selalu menolak, saya tidak terima ini (bayaran) saya ingin bergaul dengan bapak, saya ingin jadi teman. Alhamdulillah dari situ saya banyak teman dari kelompok orang-orang kaya, dan kalau datang, kita belajar. Saya bertanya sama mereka kenapa begini, bagaimana caranya, bertanya kita belajar. Memang di jurusan saya dia belajar dari saya kalau ada yang perlu dido’akan panggil saya, boleh. Tapi kan saya tidak punya ilmu buat duit sebelumnya, saya perlu belajar dari orang yang ahli. Jadi dalam bab itu saya murid, dalam bab saya dia murid.
Jangan karena kita sering ceramah, terus semua orang kita anggap murid dalam segala aspek. Saya bergaul dengan orang-orang kaya dan saya belajar dengan mereka. Saya belajar bagaimana caranya buat duit, bagaimana caranya buka perusahaan sama-sama dan saya tidak malu. Bergaul dengan mereka itu dari sekarang. Jangan tamak pada hartanya tetapi ambil ilmunya. Jangan rasa rendah diri bergaul dengan orang kaya seperti itu.
Awal lahirnya reformasi, setelah kalah dalam Pilihan raya 1999, kita berkumpul di rumahnya Fu*. Semua orang diam, ada Am*, Yu*, semuanya diam kerana malu. Kerananya kita semua kalah, tadinya sombong semua. Pak Am* mengatakan sebelum Pemilu “Nanti Golkar kita lipat-lipat, kita tekuk-tekuk, kita kuburkan di masa lalu”. Tahu-tahunya Golkar masih di nomor 2.
Partinya Pak Am* rendah perolehan suaranya. Suara umat Islam rendah. Jadi berkumpullah orang- orang kalah ini semua dalam 2 hari. Waktu itu Pak Am** sedang dikejar-kejar terus oleh Duta Besar Amerika untuk membuat pernyataan bahawa pemenang pemilu legislatif yang paling layak jadi Presiden, tapi Pak Am** menghindar.
Jadi saya datang ke rumah Pak Fulan. Saya katakan kepada Pak Fulan, saya ini bukan orang politik, saya ini ustadz. Yang saya pelajari dalam syariat kita ini kalau kita sedang kalah seperti ini jalan keluarnya adalah i’tikaf, kita belajar banyak istighfar, tilawah dan seterusnya. Jauhi dulu wartawan, mungkin dosa-dosa kita banyak sehingga kita kalah.
Dia bicara benar juga ya. Cuma kalau kita i’tikaf di Indonesia tetap saja diketahui wartawan. Kalau begitu kita umrah. Antum ikut ya dari PKS umrah. 4 orang dari PAN, dari PKS sekitar 3 orang. 4 orang ini naik bisnis first class, sedang kita dikasih ekonomi. Yang beli tiket dia soalnya. Mau diprotes bagaimana. Kita cuma dihargai begini, terima apa adanya dahulu. Tapi waktu itu dengan merendah saya datang menghadap Pak Fulan. Saya bicara Pak Fulan berapa harga tiket first class. Dia bicara asasnya 2 kali ganda harga ekonomi. Jadi kalau tiket ekonomi pada waktu itu 1000 Dollar harga first class itu sekitar 2000 Dollar. Kenapa kita tidak sama-sama saja di kelas ekonomi, dan bakinya kita infaqkan untuk orang miskin. Ini kan masyarakat kita lagi susah. Dia ketawa dia bicara ya akhi, nanti ana infaq lagi insya Allah untuk orang faqir, tapi ana tetap di first class tidak mungkin ana turun di kelas bawah.
Kita tidak tahu apa nilai yang berkembang pada orang kaya, kenikmatan itu adalah nilai pada mereka. Mereka menghemat energi, tenaga. Dan, angka besar pada kita itu angka kecil bagi mereka. uang 1 Milyar 2 Milyar itu uang saku. Kalau kita, belum tentu punya tabungan sampai mati seperti itu. Itu masalah cita rasa. Cita rasa pada orang kaya itu berbeda. Ini yang kita pelajari, yang dianggap besar oleh mereka adalah ini. Dengan begitu kita menyentuh sedikit emosinya. Karena dalam pergaulan itu, kalau kita bergaul dengan seseorang itu, kalau bukan api dia pewangi.
Kalau dia pewangi dia menyebarkan wangi, kalau dia api menyebarkan panas. Orang jahat itu api, kalau antum dekat-dekat akan menyebarkan panas. Orang baik itu perfume, kalau antum dekat-dekat setidak-tidaknya bau badan kita tertutupi oleh perfume tersebut. Jadi ikut-ikut karena kita perbaiki selera. Jadi kalau antum punya waktu kosong jalan-jalanlah ke mall, lihat-lihat orang kaya tidak usah berbeli, lihat-lihat saja dulu, memperbaiki selera. Datanglah ke show room mobil, datang ke pameran mobil. Lihat-lihat, pegang-pegang. Rajinlah berdo’a. Bergaullah dengan orang kaya. Selain itu, rajinlah berinfaq walaupun kita miskin. Gunanya apa? Supaya antum tetap menganggap wang itu kecil dan supaya tidak ada angka besar dalam pikiran kita.
Misalnya kita punya 10 juta, infaqkan. Supaya antum meneguhkan, mesti ada yang lebih besar dari ini. Jadi angka itu terus bertambah di kepala kita, walaupun dalam kenyataannya belum. Tetapi dengan berinfaq seperti itu, kita memperbaiki cita rasa kita tentang angka. Bukan sekadar dapat pahala tetapi efek tarbawi-nya bagi kita akan bertambah terus.
Kita belum pernah merasakan bagaimana menginfaqkan kereta, suatu ketika kita berusaha untuk menginfaqkan kereta. Begitu antum punya uang sedikit terus berinfaq, terus seperti itu kita latih sampai menjaga jarak. Kita membuat peredaran jadi bagus.
Kelima adalah mulailah melakukan bisnis sebenar. Terjun ke dalam bisnis secara langsung. Karena Rasulullah SAW mengatakan 9 per 10 rezeki itu ada dalam hal perdagangan. Saya juga ingin menasihati ikhwah-ikhwah yang sudah jadi anggota DPR dan DPRD, jangan mengharapkan mata pencarian dari gaji DPR dan DPRD. Itu bahaya. Sebab belum tentu kader-kader di Riau ini nanti masih menginginkan Pak Khairul (Anggota Dewan di Riau) untuk periode selanjutnya. Belum tentu juga jama’ah meletakkan kita lagi sebagai anggota dewan, padahal gaya hidup sudah berubah.
Anak-anak kita kalau kenalan dengan orang, bapak saya anggota dewan padahal itu hanya putaran sementara. Jadi setiap kali kita mendapatkan pendapatan dari gaji karena pekerjaan seperti ini, kita harus hati-hati itu bahaya. Jadi pendapatan paling bagus itu tetap dari bisnis. Oleh karena itu, mulai sekarang itu belajarlah terjun ke dunia bisnis.
Jatuh bangun waktu bisnis tidak ada masalah, terus saja belajar. Tidak ada juga orang langsung jadi kaya. Yang antum perlu terus berniaga. Begitu juga dengan para ustadz, teruslah bisnis. Begitu juga dengan seluruh pengurus DPW-DPD dan seterusnya. Teruslah berbisnis. Lakukan bisnis sendiri sekecil-kecilnya. Tidak boleh tidak. Itulah sumber rezeki yang sebenarnya. Kalau antum mau kaya sumbernya adalah dagang. Rezeki itu datangnya dari 20 pintu, 19 pintu datangnya dari peniaga dan hanya 1 pintu untuk yang bekerja dengan keterampilan tangannya, yaitu professional. Misalnya akuntan itukan professional, pekerja pintar, tapi kalau sumber rezekinya satu makanya uangnya terbatas. DPR juga begitu sumbernya satu, yakni gaji bulanan itu hanya 5 tahun. Itu pun kalau tidak di PAW sebelumnya. Jadi kalau saya ketemu dengan ikhwah dari dewan, hati-hati jangan sampai mengharapkan mata pencarian dari situ.
Selain itu potongan dari DPP, DPW, DPD juga besar. Untuk ma’isyah sendiri kita harus cari sumber lain. Waktu kita terjun ke bisnis, kita pasti gagal. Gagal pertama, gagal kedua, gagal ketiga, gagal keempat tapi teruslah jangan pernah putus asa. Saya punya partner bisnis. Dia mulai bisnis umur 16 tahun, semua jenis pekerjaan sudah dia lakukan. Pada suatu waktu dia mempunyai 38 perusahaan tapi dari 38 perusahaan ini hanya 6 yang menghasilkan uang. Kita lihat berapa ruginya. Jadi seringkali kita salah pandang terhadap orang kaya. Kita pikir tangan dingin semua yang disentuh jadi uang. Ternyata tidak juga. Jadi hal-hal seperti itu harus kita hadapi secara wajar jangan shock kalau rugi. Jangan berfikir dengan berdagang antum akan cepat kaya, yang menentukan antum cepat berhasil dalam dagang itu adalah secepat apa antum belajar. Cara belajar itu ada dua: baca buku atau sekolah atau bergaul dengan orang-orang sukses, nanti kalau sudah baca buku sudah bergaul dengan orang sukses masih gagal juga. Teruslah berdagang, teruslah bergaul, teruslah seperti itu karena setiap orang tidak tahu bila saatnya dia ketemu dengan momentum lompatannya.
Alhamdulillah.
Jadi kita perbaiki instint kita.
Pertama kali kita perbaiki tsaqafah kita. Jadi hadirkan buku-buku itu ke dalam rumah dan mulai dari sekarang anak-anak kita juga mulai di ajari tentang wang. Ikutilah kursus-kursus tentang entrepreneurship supaya kita dapat memperbaiki dulu citra kita tentang uang.
Kedua, menyiapkan diri untuk menjadi kaya. Orang-orang kaya yang bijak itu mempunyai nasehat yang bagus, mereka mengatakan “sebelum anda menjadi kaya latihanlah terlebih dahulu menjadi kaya”. Hiduplah dengan hidup gaya orang kaya. Orang kaya itu optimis. Bagi orang kaya biasanya tidak ada yang susah. Bagi mereka semuanya mungkin, karena itu mereka selalu optimis. Jadi yang harus dihilangkan dari kita adalah pesimis. Saya punya seorang teman sekarang jadi kaya, dia datang ke Jakarta hanya sebagai pelatih karate dan tidak ada duitnya, tapi supaya tidak ketahuan oleh isterinya bahwa dia tidak punya pekerjaan, setiap habis sholat subuh dia pergi lari untuk olah raga, setelah itu dia memakai pakaian rapi lalu keluar rumah. Dia juga tidak tahu mau kemana yang penting keluar rumah. Isterinya tidak tahu kalau dia tidak punya pekerjaan. Nanti di jalan baru ditentukan siapa yang dia temui hari ini.
Langkah pertama perbaiki dahulu peredaran darah kita, olahraga dulu, supaya wajah segar, makan yang banyak. Banyaklah makan yang enak, daging. Sering-seringlah makan yang enak. Menurut Utsman bin Affan makanan paling enak itu adalah kambing muda. Setiap hari mereka makan kambing muda. Makan yang enak, olah raga yang bagus supaya wajah kita berseri.
Syeikh Muhammad Al-Ghozali dalam kitab Jaddid Hayataka mengatakan kenapa orang-orang Barat itu pipinya merah, karena peredaran darahnya bagus, gizinya bagus. Sedangkan kita orang-orang Timur kalau ketemu itu auranya pesimis, tidak ada harapan. Biasakanlah kalau orang ketemu kita ada harapan yang terlihat, makanya kalau pilih warna baju pilihlah yang cerah-cerah. Ibnu Taimiyah mengatakan ada hubungan antara madzhab dan batin kita, pakaian apa yang kita pakai itu mempengaruhi kondisi kejiwaan kita. Jangan pakai pakaian orang tua. Ada anak umur 25 tahun pakaiannya pakaian orang tua, bagaimana nanti kalau umurnya 50 tahun pakaiannya seperti apa.
Tampillah sebagai anak muda. Gunting rambut yang bagus, cukur kumis yang rapi janggut dirapikan. Rapi, supaya kita kelihatan ada optimisme. Belajarlah sedikit latihan menatap supaya sorotan mata kita kuat, perlu sedikit latihan menatap. Misalnya di pagi hari atau petang hari menjelang matahari terbenam, antum tatap matahari dan tidak berkedip matanya. Kalau bisa antum bertahan 1 menit itu bagus. Latih saja sendiri. Di dalam kamar ambil lilin, matikan lampu, antum tatap lilin dan matanya tidak berkedip dan tidak berair. Nanti kalau sudah terbiasa pandangan matanya kuat. Jadi kalau riadahnya teratur, peredaran udara bagus, fikiran jadi segar, tsaqafah kita bertambah mulai memakai pakaian yang cerah-cerah. Makanya Rasulullah itu senangnya memakai baju putih. Jangan pakai yang gelap-gelap atau warna yang tidak menunjukkan semangat hidup. Jangan juga berpenampilan seperti orang tua.
Sekadar untuk menunjukkan kita ini kelompok orang-orang sholeh kita pakai baju taqwa, itu pakaian orang Cina. Pakailah baju yang segar agar dapat menunjukkan bahawa kita ada semangat. Walaupun anda sudah berumur pun tetap pakai pakaian yang muda, jangan berpenampilan tua. Artinya kita harus merendahkan diri, sebab uban tanpa diundang dia akan datang. Jadi tidak perlu menua-nuakan diri dengan sekadar tampil kelihatan dewasa, tua, bijak. Tampillah sebagai anak muda yang cerdas dan optimis.
Ketiga, bergaullah dengan orang-orang kaya, perbanyakkan teman-teman antum dari kalangan tersebut. Ini tidak bertentangan dengan hadits yang mengatakan bahawa bab rezeki lihatlah kepada yang dibawah dan jangan lihat yang ada di atas. Antum tidak sedang tamak ke hartanya, tetapi antum sedang belajar kepada mereka.
Dahulu saya suka ceramah di kalangan orang-orang kaya. Waktu saya ceramah di rumahnya Abu..... yang saat itu sedang berduit-duitnya, saya duduk atas 1 karpet, ketika krisis ekonomi pada waktu itu, sekretarisnya memberitahu pada waktu itu, tahu tidak berapa harga karpet ini? Saya mengatakan saya tidak tahu, saya fikir sejadah biasa. Dia bicara karpet itu harganya 100 ribu Dollar. Karpet kecil harganya 1.6 milyar. Waktu saya selesai ceramah dikasih Amlop, Amlopnya nipis. Saya memberitahu pegawainya cuma ingin berkawan dengan dia. Dia belajar agama sama saya, saya belajar dunia sama dia. Kalau saya terima ini, nanti saya dianggap ustadz dan dia tidak dengar kata-kata saya. Saya mau bersahabat dengan dia. Jangan kasih saya Amlop lain kali.
Supaya kita bergaul. Setiap kali saya datang ke kelompok yang pengusaha kaya itu saya selalu menolak, saya tidak terima ini (bayaran) saya ingin bergaul dengan bapak, saya ingin jadi teman. Alhamdulillah dari situ saya banyak teman dari kelompok orang-orang kaya, dan kalau datang, kita belajar. Saya bertanya sama mereka kenapa begini, bagaimana caranya, bertanya kita belajar. Memang di jurusan saya dia belajar dari saya kalau ada yang perlu dido’akan panggil saya, boleh. Tapi kan saya tidak punya ilmu buat duit sebelumnya, saya perlu belajar dari orang yang ahli. Jadi dalam bab itu saya murid, dalam bab saya dia murid.
Jangan karena kita sering ceramah, terus semua orang kita anggap murid dalam segala aspek. Saya bergaul dengan orang-orang kaya dan saya belajar dengan mereka. Saya belajar bagaimana caranya buat duit, bagaimana caranya buka perusahaan sama-sama dan saya tidak malu. Bergaul dengan mereka itu dari sekarang. Jangan tamak pada hartanya tetapi ambil ilmunya. Jangan rasa rendah diri bergaul dengan orang kaya seperti itu.
Awal lahirnya reformasi, setelah kalah dalam Pilihan raya 1999, kita berkumpul di rumahnya Fu*. Semua orang diam, ada Am*, Yu*, semuanya diam kerana malu. Kerananya kita semua kalah, tadinya sombong semua. Pak Am* mengatakan sebelum Pemilu “Nanti Golkar kita lipat-lipat, kita tekuk-tekuk, kita kuburkan di masa lalu”. Tahu-tahunya Golkar masih di nomor 2.
Partinya Pak Am* rendah perolehan suaranya. Suara umat Islam rendah. Jadi berkumpullah orang- orang kalah ini semua dalam 2 hari. Waktu itu Pak Am** sedang dikejar-kejar terus oleh Duta Besar Amerika untuk membuat pernyataan bahawa pemenang pemilu legislatif yang paling layak jadi Presiden, tapi Pak Am** menghindar.
Jadi saya datang ke rumah Pak Fulan. Saya katakan kepada Pak Fulan, saya ini bukan orang politik, saya ini ustadz. Yang saya pelajari dalam syariat kita ini kalau kita sedang kalah seperti ini jalan keluarnya adalah i’tikaf, kita belajar banyak istighfar, tilawah dan seterusnya. Jauhi dulu wartawan, mungkin dosa-dosa kita banyak sehingga kita kalah.
Dia bicara benar juga ya. Cuma kalau kita i’tikaf di Indonesia tetap saja diketahui wartawan. Kalau begitu kita umrah. Antum ikut ya dari PKS umrah. 4 orang dari PAN, dari PKS sekitar 3 orang. 4 orang ini naik bisnis first class, sedang kita dikasih ekonomi. Yang beli tiket dia soalnya. Mau diprotes bagaimana. Kita cuma dihargai begini, terima apa adanya dahulu. Tapi waktu itu dengan merendah saya datang menghadap Pak Fulan. Saya bicara Pak Fulan berapa harga tiket first class. Dia bicara asasnya 2 kali ganda harga ekonomi. Jadi kalau tiket ekonomi pada waktu itu 1000 Dollar harga first class itu sekitar 2000 Dollar. Kenapa kita tidak sama-sama saja di kelas ekonomi, dan bakinya kita infaqkan untuk orang miskin. Ini kan masyarakat kita lagi susah. Dia ketawa dia bicara ya akhi, nanti ana infaq lagi insya Allah untuk orang faqir, tapi ana tetap di first class tidak mungkin ana turun di kelas bawah.
Kita tidak tahu apa nilai yang berkembang pada orang kaya, kenikmatan itu adalah nilai pada mereka. Mereka menghemat energi, tenaga. Dan, angka besar pada kita itu angka kecil bagi mereka. uang 1 Milyar 2 Milyar itu uang saku. Kalau kita, belum tentu punya tabungan sampai mati seperti itu. Itu masalah cita rasa. Cita rasa pada orang kaya itu berbeda. Ini yang kita pelajari, yang dianggap besar oleh mereka adalah ini. Dengan begitu kita menyentuh sedikit emosinya. Karena dalam pergaulan itu, kalau kita bergaul dengan seseorang itu, kalau bukan api dia pewangi.
Kalau dia pewangi dia menyebarkan wangi, kalau dia api menyebarkan panas. Orang jahat itu api, kalau antum dekat-dekat akan menyebarkan panas. Orang baik itu perfume, kalau antum dekat-dekat setidak-tidaknya bau badan kita tertutupi oleh perfume tersebut. Jadi ikut-ikut karena kita perbaiki selera. Jadi kalau antum punya waktu kosong jalan-jalanlah ke mall, lihat-lihat orang kaya tidak usah berbeli, lihat-lihat saja dulu, memperbaiki selera. Datanglah ke show room mobil, datang ke pameran mobil. Lihat-lihat, pegang-pegang. Rajinlah berdo’a. Bergaullah dengan orang kaya. Selain itu, rajinlah berinfaq walaupun kita miskin. Gunanya apa? Supaya antum tetap menganggap wang itu kecil dan supaya tidak ada angka besar dalam pikiran kita.
Misalnya kita punya 10 juta, infaqkan. Supaya antum meneguhkan, mesti ada yang lebih besar dari ini. Jadi angka itu terus bertambah di kepala kita, walaupun dalam kenyataannya belum. Tetapi dengan berinfaq seperti itu, kita memperbaiki cita rasa kita tentang angka. Bukan sekadar dapat pahala tetapi efek tarbawi-nya bagi kita akan bertambah terus.
Kita belum pernah merasakan bagaimana menginfaqkan kereta, suatu ketika kita berusaha untuk menginfaqkan kereta. Begitu antum punya uang sedikit terus berinfaq, terus seperti itu kita latih sampai menjaga jarak. Kita membuat peredaran jadi bagus.
Kelima adalah mulailah melakukan bisnis sebenar. Terjun ke dalam bisnis secara langsung. Karena Rasulullah SAW mengatakan 9 per 10 rezeki itu ada dalam hal perdagangan. Saya juga ingin menasihati ikhwah-ikhwah yang sudah jadi anggota DPR dan DPRD, jangan mengharapkan mata pencarian dari gaji DPR dan DPRD. Itu bahaya. Sebab belum tentu kader-kader di Riau ini nanti masih menginginkan Pak Khairul (Anggota Dewan di Riau) untuk periode selanjutnya. Belum tentu juga jama’ah meletakkan kita lagi sebagai anggota dewan, padahal gaya hidup sudah berubah.
Anak-anak kita kalau kenalan dengan orang, bapak saya anggota dewan padahal itu hanya putaran sementara. Jadi setiap kali kita mendapatkan pendapatan dari gaji karena pekerjaan seperti ini, kita harus hati-hati itu bahaya. Jadi pendapatan paling bagus itu tetap dari bisnis. Oleh karena itu, mulai sekarang itu belajarlah terjun ke dunia bisnis.
Jatuh bangun waktu bisnis tidak ada masalah, terus saja belajar. Tidak ada juga orang langsung jadi kaya. Yang antum perlu terus berniaga. Begitu juga dengan para ustadz, teruslah bisnis. Begitu juga dengan seluruh pengurus DPW-DPD dan seterusnya. Teruslah berbisnis. Lakukan bisnis sendiri sekecil-kecilnya. Tidak boleh tidak. Itulah sumber rezeki yang sebenarnya. Kalau antum mau kaya sumbernya adalah dagang. Rezeki itu datangnya dari 20 pintu, 19 pintu datangnya dari peniaga dan hanya 1 pintu untuk yang bekerja dengan keterampilan tangannya, yaitu professional. Misalnya akuntan itukan professional, pekerja pintar, tapi kalau sumber rezekinya satu makanya uangnya terbatas. DPR juga begitu sumbernya satu, yakni gaji bulanan itu hanya 5 tahun. Itu pun kalau tidak di PAW sebelumnya. Jadi kalau saya ketemu dengan ikhwah dari dewan, hati-hati jangan sampai mengharapkan mata pencarian dari situ.
Selain itu potongan dari DPP, DPW, DPD juga besar. Untuk ma’isyah sendiri kita harus cari sumber lain. Waktu kita terjun ke bisnis, kita pasti gagal. Gagal pertama, gagal kedua, gagal ketiga, gagal keempat tapi teruslah jangan pernah putus asa. Saya punya partner bisnis. Dia mulai bisnis umur 16 tahun, semua jenis pekerjaan sudah dia lakukan. Pada suatu waktu dia mempunyai 38 perusahaan tapi dari 38 perusahaan ini hanya 6 yang menghasilkan uang. Kita lihat berapa ruginya. Jadi seringkali kita salah pandang terhadap orang kaya. Kita pikir tangan dingin semua yang disentuh jadi uang. Ternyata tidak juga. Jadi hal-hal seperti itu harus kita hadapi secara wajar jangan shock kalau rugi. Jangan berfikir dengan berdagang antum akan cepat kaya, yang menentukan antum cepat berhasil dalam dagang itu adalah secepat apa antum belajar. Cara belajar itu ada dua: baca buku atau sekolah atau bergaul dengan orang-orang sukses, nanti kalau sudah baca buku sudah bergaul dengan orang sukses masih gagal juga. Teruslah berdagang, teruslah bergaul, teruslah seperti itu karena setiap orang tidak tahu bila saatnya dia ketemu dengan momentum lompatannya.
Alhamdulillah.
0 comments:
Alhamdulillah wa'syukurilah Bersyukur padamu ya Allah Kau jadikan kami saudara, Indah dalam kebersamaan