Home » , , » Maknai Nilai Luhur Pancasila

Maknai Nilai Luhur Pancasila

Written By Dedi E Kusmayadi Soerialaga on Jumat, 18 Juli 2014 | 7/18/2014


Pancasila yang digali dari akar budaya Indonesia mengandung nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi bangsa Indonesia sejak jaman dulu. Nilai-nilai itu antara lain nilai agama, adat istiadat dan perjuangan untuk melepaskan diri dari segala bentuk penjajahan.

Nilai-nilai ini mengkristal dalam rumusan Pancasila sebagai perwujudan filsafat kemanusiaan yang mencerminkan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan (alam) tempat hidupnya. Rumusan Pancasila merupakan suatu pandangan hidup yang diyakini bangsa Indonesia sebagai suatu kebenaran yang dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa. Idealisme itu bersifat abstrak yang kemudian dijadikan sebagai ideologi nasional.

Sebagai falsafah hidup bangsa dan ideologi nasional, Pancasila memerlukan norma (aturan) yang bersifat mengatur sehingga memiliki kekuatan hukum yang mengikat dalam pengamalan atau pengejawantahannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk itu rumusan lima sila Pancasila dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 dan dijadikan sebagai dasar negara serta merupakan sumber dasar hukum NKRI.

Kebenaran Pancasila yang didasarkan pada filsafat kemanusiaan dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan manusia lainnya, dan dengan alam (ruang hidup) telah menempatkan Pancasila diakui diantara ideologi-ideologi besar dunia dan di era globalisasi sebagai ideologi terbuka yang bersifat universal.



Pancasila bukan suatu Agama

Pancasila sering dikhawatirkan sama dengan agama dan hanya sebagai alat pemersatu, terutama oleh golongan tertentu yang berseberangan dengan Pancasila.

Pancasila bukanlah suatu agama, tetapi suatu falsafah yang diyakini dan disepakati sebagai suatu kebenaran yang di dalamnya mengandung nilai-nilai luhur yang didasarkan pada ajaran agama. Pancasila merupakan ajaran yang menekankan bahwa manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna yang merupakan perpaduan dirinya sebagai mahluk individu yang beriman dan bertakwa dengan dirinya sebagai mahluk sosial yang bermoral dan berahlak mulia.

Pengejawantahan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara akan mencerminkan moral dan akhlak seseorang yang secara kumulatif akan menggambarkan moral dan akhlak suatu komunitas (bangsa Indonesia)

Kelima sila dalam Pancasila saling terkait dan saling jiwa menjiwai yang tak dapat dipisahkan satu sama lain dan harus dilihat secara utuh, terpadu dan menyeluruh dari sila kesatu sampai dengan sila kelima. Sejak NKRI terbentuk, Pancasila telah dijadikan sebagai falsafah hidup, dasar negara dan ideologi nasional. 


Pancasila merupakan dasar negara. Barangkali hampir semua warga negara Indonesia sudah mengetahuinya. Namun sejauh mana setiap warga negara memaknai Pancasila, patut dipertanyakan. Saat ini, ketika Pancasila sudah menginjak usia 67 tahun, justru banyak nilai-nilai luhur Pancasila yang terabaikan.

Serangkaian kejadian selalu mewarnai hari-hari di republik ini, jauh dari cerminan sila-sila dalam Pancasila. Mulai dari pertikaian yang didasari perbedaan keyakinan, tindakan orang-orang yang jauh dari peri kemanusiaan, pertentangan antarsuku dan golongan, demokrasi yang kebablasan, serta semakin jauhnya kepedulian sosial.

Apa yang salah? Apakah pendidikan hidup berbangsa dan bernegara yang didasari Pancasila sudah tidak ada lagi? Bisa saja jawabannya, generasi-generasi yang mengenyam bangku sekolah di era sebelum reformasi, pastinya masih ingat dengan Penataran P4 atau Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.

Ketika itu, para siswa mulai dari SD hingga perguruan tinggi, ”dicekoki” dengan ideologi Pancasila, dengan 36 butir-butir pengamalan Pancasila-nya. Mulai dari Penataran P4 pola 10 jam, 35 jam, hingga 100 jam. Ini dilakukan secara massif dengan didasari Tap MPR No II/1978. Selain santapan wajib Penataran P4 sebelum duduk di bangku kelas, selama lebih kurang 12 tahun sekolah dari SD hingga SMA, para siswa harus mengikuti mata pelajaran wajib, yakni Pendidikan Moral Pancasila atau PMP.

Dua senjata pemerintah Orde Baru ini, memang dalam satu sisi membuat setiap warga negara – paling tidak - mengetahui apa itu Pancasila. Namun di sisi lain dijadikan alat indoktrinasi penguasa terhadap warga negara. Alhasil, sejak reformasi bergulir pada 1998 silam, Penataran P4 dihilangkan, bahkan PMP diganti jadi PPKn atau Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sejak 1994. Saat ini, diganti menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Lalu TAP MPR No II/1978 pun dicabut dan diganti dengan Tap No I/2003. Pendidikan Pancasila, usailah sudah.

Praktis saat ini, tak ada lagi penjaga yang mengawal eksistensi Pancasila sebagai dasar negara, sebagai dasar pemerintahan, sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia. Pancasila sekadar jadi pengetahuan yang hanya mendapatkan porsi kecil dalam sistem pendidikan nasional.

Padahal bila kita menengok ke belakangan, saat para founding father kita meletakkan dasar-dasar negara ini, Pancasila menjadi simbol pemersatu bangsa yang multietnis dan beraneka ini. Saat pertama kali disampaikan Ir Soekarno pada 1 Juni 1945 lalu, Pancasila sebagai ideologi negara berfungsi sebagai tujuan atau cita-cita dari bangsa Indonesia serta sebagai sarana pemersatu bangsa. Ideologi Pancasila bermakna sebagai keseluruhan pandangan, cita-cita, keyakinan dan nilai bangsa Indonesia yang secara normatif perlu diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Karena itu, peringatan Hari Kelahiran Pancasila, jangan hanya menjadi seremoni tiap tahun. Pendidikan Pancasila perlu digiatkan kembali, tentunya tidak lagi dalam bentuk indoktrinasi, Nilai-nilai Pancasila hendaknya menjadi landasan bersikap. Pancasila tidak sekadar instrumental pemersatu bangsa, tapi sebagai sumber tata nilai yang merupakan falsafah dalam berbangsa dan bernegara. 


Hilangnya P4 dan BP-7 dari Peredaran


1. HILANGNYA P4 DAN BP-7 DARI PEREDARAN

Untuk ditinjau dari segi ilmiah dengan proteksi dan potensi luar biasa,bukan karna teori yang mengajari itu saja? justru paling penting adalah praktek yang dilakukan dapat menjadi berkembang besar dalam hal-hal yang positif. Namun jangan kita ambil dari satu sisi negatifnya, tidak dapat akan mengerti keburukan dan kebaikan mengenai latar belakang pandangan hidup sesuai norma-norma moral dan etika yang jelas! sebagai hal semacam ini sangat rendah sekali nilai-nilai budi luhur di ruang wilayah lingkungan hidup masyarakat indonesia, dengan secara sadar dan tidak wajar adalah bukan dari faktor unsur pemaksaan pribadi saja. 

Sekiranya mau menerima dengan senang hati dan dada terbuka lebar, namun pada hakekatnya saling hormat menghormati dengan kata lain pasti ada sebuah ucapan kebohongan yang sebenarnya namun susah untuk dibicarakan dan dikeluarkan rasa ketidak jujuran itu dirahasiakan secara rasional dalam pemikiran yang berakal adanya suatu kedewasaan diri.Terdapat dalam bentuk Ideologi!!!

Setelah mengkaji lebih dalam lagi, saya tidak mengerti kenapa P4 dan BP-7 telah dihapus pada saat Bapak Gusdur beliau menjabat sebagai presiden republik indonesia? sebenarnya itu P4 dan BP-7 adalah pengertian dari dasar pancasila dan landasan-landasannya terkandung serta tercakup dalam arti pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila terserat dalam bentuk undang-undang dasar 1945, sangat penting sekali!!! dimana waktu itu saya masih duduk dibangku sekolah dan saya juga mendapatkan suatu pelajaran tentang penataran P4 dan BP-7 dalam penyuluhan penataran ini berjalan selama satu minggu penuh, sebelum adanya kegiatan aktifitas belajar dalam sekolah. 

Sebetulnya juga ada dimana dalam perusahaan/perkantoran, mendapatkan juga penyuluhan penataran tersebut pada masa saya dan diatas saya maka dengan sangat bahagia sekali yang mendapatkan penataran P4 dan BP-7 ini adalah sangat paling berharga dalam hidup kita, cuma hanya selembar kertas itu saja adalah sebuah penghormatan yang sangat besar sekali buat saya dan semuanya!!! Lain dengan sekarang ini?

Tidak adanya kegiatan penataran tersebut dalam hal-hal semacam inilah, yang akan menjadikan suatu konflik pembicaraan publik. Dengan sebab dan akibatnya dalam dasar menyebabkan timbulnya permasalahan itu sendiri…! untuk hal semacam inilah jarang diperbincangkan dan dibicarakan orang-orang banyak pada umumnya, belum tentu kader-kader muda sekarang serta generasi penerusnya, dapat mengerti dengan adanya memahami tentang artinya P4 dan BP-7 maksud dan tujuannya seperti apa?


2. P4 dan BP-7

Pendek kata saja hilangnya stabilitas yang aktif dalam rumusan pancasila,dalam kelalaian dan kewajiban tugas kinerja kerja itu tersendiri tidak mengikuti prosedur yang sudah ada? kiatnya bagaimana atau mengapa dilanjutkan P4 dan BP-7 YA atau TIDAK,”hanya menunggu saja info pemberitahuan maupun keputusan dari pemerintah dan swasta, terutama sekali adalah Presiden lalu Gubernur. 

Mungkin sekiranya himbuan saya, dapat diterima dengan baik dan serta membawa hikmah besar yang berguna.Khususnya untuk jawatan-jawatan pemerintah dan swasta; terlebih juga sekali untuk masyarakat umum di indonesia ini, bisa mendukung sepenuhnya agar dapat dikembalikannya lagi (CashBack) dari P4 dan BP-7?   Besar dan Kecilnya hal-hal ini! memang sangat bermanfaat sekali untuk dipelajari atau di ulangkan kembali namun juga ikut untuk dipahami secara seksama atau bersama-sama. 

Andaikata hayalan saja misalnya berjalan dengan upaya dan daya usaha apa, semulus sempurna seperti diharapkan jangan terjadi adanya satu sebuah keanarkisan besar.

Pada umumnya penyuluhan penataran P4 ini berdasarkan  Keputusan Presiden Nomor : 10 tahun 1979 tanggal 26 Maret 1979,dan BP-7 adalah dalam Keputusan Kepala BP-7 Pusat Nomor : KEP-32/BP-7/III/1985 dan KEP-33/BP-7/III/1985 tanggal 25 Maret 1985, ikut juga serta Keputusan Bersama DIRJEN DIKDASMEN DEPARTEMEN PENDIDIKAN dan KEBUDAYAAN dan DEPUTI BIDANG PENDIDIKAN BP-7 Pusat Nomor : 076/c/KEP/c/1988.KEP-37 BP-7/IV/88 tanggal 30 April 1988 yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, disinilah kita mendapatkan hasilnya, dengan baik atau tidaknya dalam penataran P4 dan BP-7 apalagi penataran P4 dan BP-7 ini adalah forum Diskusi Komunikasi dan setelah selesai akan diberikan sebuah penghargaan berupa selembar kertas yang bertuliskan Surat Keterangan yang bertanda lambang dan logo sekolah, perusahaan atau perkantoran dibawahnya terdapat foto diri anda sendiri disamping foto tersebut adanya cap stempel juga terdapat sebuah tanda tangan dari Kepala Sekolah atau Direktur, dinyatakan syah sudah  mengikuti penyuluhan penataran P4 dab BP-7 ini tersebut.


3. KEPUTUSAN P4 dan BP-7

Sesungguhnya dan sebelumnya,akan sekiranya agar bisa dimengerti dan dipahami sekali lagi, untuk makna arti dari P4 dan BP-7 ini? namun apabila ada kata-kata saya yang salah tidak enak dihati dan dibaca atau sebaliknya, menyinggung perasaan dalam hati serta jiwa raga atau tidak berkenan didalam tulisan yang pendek ini saya buat, sudi kiranya mohon di maafkan sebesar-besarnya dan beribu-ribu ampun. Sesudah dan sebelumnya kami justru banyak berterima kasih atas pemberitahuan ini untuk bersama-sama kita hayati sebagai pelajaran yang berguna dan bermakna buat kami.    

Saya ucapkan dengan salam solidaritas dari saya, akan ikut turut berpartisipasi dan dapat dorongan serta dukungan masyarakat umum di Indonesia agar terlaksananya kembali P4 dan BP-7 didalam negara.


Sejarah Sidang BPUPKI Pertama, 1 Juni 1945 Diperingati Sebagai Hari Lahir Pancasila 
 

Sebagai upaya mendapatkan dukungan bangsa Indonesia serta membuktikan janjinya bahwa Jepang datang ke Indonesia untuk membantu proses kemerdekaan Indonesia, maka pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito, pemerintah pendudukan balatentara Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai atau dilafalkan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai). BPUPKI beranggotakan 63 orang yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Hibangase Yosio (orang Jepang) dan R.P. Soeroso.

Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh R.P.Soeroso, dengan wakil Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda (orang Jepang).


Rapat Pertama

Rapat pertama diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung Volksraad, lembaga DPR pada zaman kolonial Belanda.

Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema dasar negara. Pada rapat pertama ini terdapat 3 orang yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara.

Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam pidato singkatnya mengemukakan lima asas yaitu:

1. peri kebangsaan
2. peri ke Tuhanan
3. kesejahteraan rakya
4. peri kemanusiaan
5. peri kerakyatan

Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo mengusulkan lima asas yaitu

1. persatuan
2. mufakat dan demokrasi
3. keadilan sosial
4. kekeluargaan
5. musyawarah

Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mengusulkan lima asas pula yang disebut Pancasila yaitu:

1. kebangsaan Indonesia
2. internasionalisme dan peri kemanusiaan
3. mufakat atau demokrasi
4. kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan yang Maha Esa

Kelima asas dari Soekarno disebut Pancasila yang menurut beliau bilamana diperlukan dapat diperas menjadi Trisila atau Tiga Sila yaitu:

1. Sosionasionalisme
2. Sosiodemokrasi
3. Ketuhanan yang berkebudayaan

Bahkan masih menurut Soekarno, Trisila tersebut di atas bila diperas kembali disebutnya sebagai Ekasila yaitu merupakan sila gotong royong merupakan upaya Soekarno dalam menjelaskan bahwa konsep tersebut adalah dalam satu-kesatuan. Selanjutnya lima asas tersebut kini dikenal dengan istilah Pancasila, namun konsep bersikaf kesatuan tersebut pada akhirnya disetujui dengan urutan serta redaksi yang sedikit berbeda. Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam dalam Indonesia yang baru.

Masa antara Rapat Pertama dan Kedua

Sampai akhir rapat pertama, masih belum ditemukan kesepakatan untuk perumusan dasar negara, sehingga akhirnya dibentuklah panitia kecil untuk menggodok berbagai masukan. Panitia kecil beranggotakan 9 orang dan dikenal pula sebagai Panitia Sembilan dengan susunan sebagai berikut:

- Ir. Soekarno (ketua)
- Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)
- Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
- Mr. Muhammad Yamin (anggota)
- KH. Wachid Hasyim (anggota)
- Abdul Kahar Muzakir (anggota)
- Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
- H. Agus Salim (anggota)
- Mr. A.A. Maramis (anggota)

Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan:

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia


Rapat Kedua

Rapat kedua berlangsung 10-17 Juli 1945 dengan tema bahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. Dalam rapat ini dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno Tjokrosoejoso dan Panitia Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta.

Dengan pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.

Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang UUD membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7 orang yaitu:

- Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)
- Mr. Wongsonegoro
- Mr. Achmad Soebardjo
- Mr. A.A. Maramis
- Mr. R.P. Singgih
- H. Agus Salim
- Dr. Soekiman


Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang UUD tersebut.

Pada tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno BPUPKI menerima laporan Panitia Perancang UUD yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tercantum tiga masalah pokok yaitu: a. pernyataan Indonesia merdeka b. pembukaan UUD c. batang tubuh UUD

Konsep proklamasi kemerdekaan rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama Piagam Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta.

Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai) dengan anggota berjumlah 21 orang sebagai upaya pencerminan perwakilan etnis, terdiri berasal dari 12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari maluku, 1 orang dari Tionghoa.


Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.

Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.



Sejarah Perumusan


Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu :

Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.


Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya:

Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.

Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah :

Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945
Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945
Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember 1949
Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950
Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)



Hari Kesaktian Pancasila


Pada tanggal 30 September 1965, terjadi insiden yang dinamakan Gerakan 30 September (G30S). Insiden ini sendiri masih menjadi perdebatan di tengah lingkungan akademisi mengenai siapa penggiatnya dan apa motif dibelakangnya. Akan tetapi otoritas militer dan kelompok reliji terbesar saat itu menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan usaha PKI mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis, untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia dan membenarkan peristiwa Pembantaian di Indonesia 1965–1966.

Pada hari itu, enam Jendral dan 1 Kapten serta berberapa orang lainnya dibunuh oleh oknum-oknum yang digambarkan pemerintah sebagai upaya kudeta. Gejolak yang timbul akibat G30S sendiri pada akhirnya berhasil diredam oleh otoritas militer Indonesia. Pemerintah Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.


Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila.



36 BUTIR-BUTIR PANCASILA/EKA PRASETIA PANCA KARSA

A. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

B. SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.


C. SILA PERSATUAN INDONESIA
1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Cinta Tanah Air dan Bangsa.
4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.


D. SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN
1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
5. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.
6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.


E. SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
2. Bersikap adil.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak-hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak bersifat boros.
8. Tidak bergaya hidup mewah.
9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
10. Suka bekerja keras.
11. Menghargai hasil karya orang lain.
12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.


Ketetapan ini kemudian dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila. Tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-benar diamalkan dalam keseharian warga Indonesia.


Sila pertama
-Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
-Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
-Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
-Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
-Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
- Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
-Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain


Sila kedua
-Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
- Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
-Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
-Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
-Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
-Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
-Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
-Berani membela kebenaran dan keadilan.
-Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
-Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.




Sila ketiga
-Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
-Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
- Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
-Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
- Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
- Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
- Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.


Sila keempat
-Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
-Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
-Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
-Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
-Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
-Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
-Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
-Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
-Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
-Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.



Sila kelima
-Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
-Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
-Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
-Menghormati hak orang lain.
-Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
-Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
-Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
-Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
-Suka bekerja keras.
-Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
-Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.


 



0 comments:

Alhamdulillah wa'syukurilah Bersyukur padamu ya Allah Kau jadikan kami saudara, Indah dalam kebersamaan

UP DATE VIDEO PKS

TOTAL LAYANGAN BULAN INI

TRENDING

 
Copyright © PKS DPC Sumedang Utara - All Rights Reserved
    Facebook Twitter YouTube